Kamis, 12 Januari 2012
TIPOLOGI TAFSIR KONTEMPORER
Terdapat tiga macam tipologi tafsir kontemporer yang berkembang. Ketiga tipologi tersebut adalah quasi objektivis tradisionalis, quasi objektivis modernis, dan subjektivis. Semuanya mempunyai karakteristik sendiri-sendiri, sehingga membentuk perbedaan yang mendasar.
Tipologi pertama, quasi objektivis tradisionalis, ialah sebuah metode penafsiran yang memiliki karakteristik “konservatif”. Para penganutnya merasa mencukupkan diri dengan kajian-kajian ulumul Qur’an yang dikembangkan intelektual muslim klasik, semisal al-Itqan al-Suyuthi, Manahil Irfan al-Zarqani, dan lain-lain. Hal ini berimplikasi pada pandangan tidak penting serta tidak perlunya adanya intervensi ilmu-ilmu baru, terutama ilmu modern yang berasal dari barat terhadap interpretasi al-Qur’an. Makna-makna al-Qur’an haruslah dipahami sebagaimana ketika ia turun pertama kali. Sehingga step-step metode interpretasi al-Qur’an sangatlah dibutuhkan pada tipologi ini, yakni ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lainnya (al-Qur’an yufassiru ba’dhuhum ba’dha), penafsiran dari Nabi, penafsiran dari sahabat, maupun dari tabi’in sebagai murid langsung sahabat.
Sedangkan tipologi kedua, quasi objektivis modernis, adalah merupakan metode penafsiran yang cenderung maju dan progresif. Teks, al-Qur’an maupun hadis, bisa ditafsirkan sesuai dengan perkembangan yang ada. Mereka menganggap makna literal bukanlah inti dari dari pesan Tuhan, akan tetapi signifikansi yang include di dalamnya itulah yang harus dicari. Sehingga pada tipologi ini, seorang interpreter harus jeli dalam mencari Maqasyid al-Syari’ah yang termaktub dalam teks tersebut. Sesuai dengan semangat progresif yang dianutnya, mereka membuka pesan Tuhan tidak hanya dengan ilmu-ilmu al-Qur’an klasik, namun juga dibantu dengan ilmu-ilmu modern yang berkembang, baik yang berasal dari barat maupun timur seperti sosiologi-antropologi, sejarah, semantik, hermeneutik, dan lain-lain.
Tipologi terakhir, subjektifis, jika merujuk pada tipologi ini maka sebuah teks bisa ditafsirkan bebas sesuai kemauan si interpreter. Ilmu-ilmu kajian klasik (turas) dalam pandangan mereka menjadi hal yang tidak berguna lagi dan tidak relevan, sebab tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang ada. Al-Qur’an bisa ditafsirkan dengan kelimuan modern, baik eksak maupun non eksak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar