Lahirnya pesantren ini tidak dapat lepas dari sejarah masyarakat Desa Kranji yang membutuhkan seorang pemimpin yang benar-benar bisa menjadi panutan umat. Kiai Musthofa yang telah lama berkelana untuk mendalami ilmu di sejumlah pondok pesantren (meliputi, Sampurnan Bungah Gresik, Langitan Tuban, Burno Bojonegoro, dan Kiai Kholil Bangkalan), akhirnya diminta masyarakat Kranji untuk menjadi pemipin dan guru masyarakat yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan.
Karena kepedulianya terhadap masalah umat, Kiai Musthofa bersedia bermukim di desa Kranji. Tidak lama kemudian, tepatnya pada bulan Jumadil Akhir, Kiai Musthofa mulai merintis sebuah pondok yang diberinama Tarbiyatut Tholabah sebagai pusat pendidikan ilmu agama untuk masyarakat setempat. Dalam waktu yang cukup singkat, lahan tanah pesantren pemberian H. Harun (warga Desa Kranji) yang dikenal angker itu disulap menjadi sebuah bangunan pondok pesantren yang sederhana, tapi cukup bagi para santri untuk belajar.
Pesantren yang dirintis Kiai Musthofa langsung diterima oleh masyarakat luas, meski tidak sedikit pula masyarakat yang menentangnya. Di antara masyarakat yang menjadi santri perdananya adalah H. Harun (Desa Kranji), H. Asrof (Desa Drajat), H. Usman (Desa Kranji), H. Ibrohim (Desa Kranji), K. Mas Takrib (Desa Kranji), K. Abdul Hadi (Desa Drajat) K. Mukmin (Desa Drajat). Belakangan, setelah pondok pesantren ini tumbuh berkembang, KH. Tholhah Hasan (mantan menteri pada era pemerintahan Gus Dur) pada masa kecilnya pernah menjadi santri Kiai Musthoha.
"Saya pernah nyantri di Kranji. Pada saat itu yang mengasuh kiai Musthofa. Banyak hal yang saya dapatkan dari beliau. Pada saat itu, Kiai Baqir yang menjadi pengasuh sekarang masih belajar di Jombang," kata KH. Tholhah Hasan dalam sebuah kesempatan di kantor PBNU Jakarta.
Pada tanggal 18 Desember 1950 M atau tepatnya tahun 1370 H, Kiai Musthofa wafat. Untuk mengenang jasa beliau dalam membina umat, setiap tanggal 8 Robul Awwal pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah mengadakan acara peringatan Maulud Nabi SAW dan Haul KH. Musthofa.
Sepeninggal Kiai Musthofa (1955 M), Pesantren Tabah diasuh oleh KH. Adelan Abdul Qodir, menantu Kiai Musthofa. Setelah KH. Adelan Abdul Qodir wafat (1976), kepemimpinan diserahkan kepada KH. Muhammad Baqir Adelan (Kiai Baqir) yang baru beberapa tahun kembali dari pesantren Denanyar Jombang (1958). Di bawah asuhan Kiai Baqir, pesantren ini mengalami perkembang pesat dengan banyak lembaga pendidikan yang didirikan serta bangunanya yang megah. Kebesaran nama Tarbiyatut Tholabah terdengar di mana-mana. Alumninya pun, kini, telah tersebar ke penjuru nusantara, bahkan dunia.
Perkembangan
Tabah adalah potret pesantren yang produktif dalam mencetak ulama dan tokoh masyarakat. Saat masih diasuh oleh Kiai Musthofa, sejumlah ulama lahir atas bimbingan Kiai dan ustadz pesantren ini. Tidak sedikit Kiai asal Lamongan, Gresik, Tuban dan Bojonegoro yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren ini. Kiai Lamongan yang masa mudanya belajar di pesantren ini adalah KH. Abdul Hadi (pengasuh pondok pesantren Al-Fatimiyah), KH. Muhammad Rofi’ (pengasuh pondok pesantren Darul Maarif Payaman), KH. Abdul Ghofur (pengasuh pondok pesantren Sunan Drajat), dan KH. Nur Salim (pengasuh pondok pesantren Tarbiyatul Huda Dengok).
Santri Tabah tidak hanya datang dari wilayah Lamongan dan sekitarnya saja, tapi datang dari daerah lain di penjuru nusantara, seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan, Ambon. Umunya, para santri pesantren ini belajar di lembaga pendidikan formal yang berada di bawah naungan Yasasan Tarbiyatut Tholabah, Madarah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah Umum (MAU), Madrasah Aliyah Keagamaan(MAK) dan Madrasah Diniyah dan Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Drajat (STAIDRA).
Tabah menawarkan pendidikan agama lengkap yang dipadukan dengan konsep pendidikan Modern. Untuk mencetak santri yang handal, pesantren ini mempunyai tenaga pengajar yang berpengalaman di bidangnya masing-masing, sarana pendidikan yang representative. “Pengajar di sini harus benar-benar layak. Untuk mencetak santri atau siswa yang baik, tenaga pengajarnya harus baik pula. Intinya, kita harus memberikan pelayan yang baik terhadap santri dan masyarakat,” kata Ketua Yayasan Tarbiyatut Tholabah, Drs. Fathurrahman.
sUMhttp://pesantrenkranji.net/situs Menggunakan Joomla! Generated: 26 February, 2009, 03:29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar