QUR'ANIC STUDIES HADITH STUDIES GENERAL KNOWLEDGE
ISLAMIC NEWS GENERAL NEWS SCHOLARSHIP NEWS
HAPPY STORY SAD STORY CERPEN
MY PROFILE MY VILLAGE YOGYAKARTA

Jumat, 13 Januari 2012

Pro-Kontra Nikah Sirri

Pernikahan merupakan suatu ikatan suci antara laki-laki dan perempuan. Ia adalah wujud sunnah Nabi Muhammad yang wajib diikuti oleh setiap kaum muslimin. Di dalamnya pasangan kaum adam dan hawa saling memberikan rasa kasih sayang pada lawan jenis. Rajutan cinta kasih ini haruslah bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dalam tataran selanjutnya, yang biasa disebut sakinah, mawaddah, wa rahmah.  
Namun dalam beberapa waktu terakhir munculah pembicaraan kontroversial di berbagai kalangan yang berhubungan dengannya, yakni masalah nikah sirri. Sebenarnya terma nikah sirri merupakan suatu hal yang biasa, sebab praktek ini sudah ada sejak dulu. Akan tetapi setelah dibumbuhi dengan adanya hukuman pidana bagi pelakunya, maka jadilah hal ini menjadi luar biasa. Hukuman pidana ini disebutkan dalam Pasal 143 RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan, yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta (Oke Zone, 17 Februari 2010).
Pembahasan ini baru menjadi RUU (Rancangan Undang-Undang) dan belum disahkan menjadi UU (Undang-Undang). Hal ini terjadi akibat merebaknya pro-kontra mengenai hukuman pidana pada pelaku nikah sirri ini, baik dari kalangan intelektual, MUI (Majelis Ulama Indonesia), Ormas Keagamaan, dan lain-lain. Berikut beberapa opini akan peristiwa yang menggucangkan bumi Indonesia itu :
Kalangan Pro Pidana Nikah Sirri :
1.       KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), mereka menyatakan dukungan pada RUU ini. Hal ini terjadi akibat fakta empiris yang terjadi di lapangan, yakni secara sosiologis biasanya nikah sirri terjadi pada pernikahan kedua dan seterusnya dengan prefensi usia pasangan perempuan yang lebih muda, semakin muda, dan bahkan anak. Menurut penelitian mereka pada lima daerah di Pantura, anak-anak korban kawin sirri rentan eksploitasi untuk pelacuran dan perdagangan anak. Sementara anak hasil perkawinan sirri dititipkan di kampung pada orang tua atau neneknya yang berakibat pada kesehatan yang relatif rendah dan tentu saja hal ini berdampak pada dampak gizi buruk yang menimpa mereka (Antara News, 23 Februari 2010).
2.       Dr. Emi Susanto Hendrarso (Ketua PSW Unair), beliau menyatakan semangat RUU ini adalah untuk melindungi perempuan agar dia tak masuk dalam perkawinan bermasalah. Namun, ia menambahkan, jangan sampai jika disahkan nanti, aturan ini justru menjadi bumerang bagi perempuan. Artinya, harus ada pengecualian bagi pelaku nikah siri dengan alasan tidak punya uang (miskin) atau karena budaya (Antara News, 23 Februari 2010).
3.       Prof. Mahfudz MD (Ketua MK), beliau mendukung wacana pelarangan pernikahan siri agar tidak terdapat korban akibat pernikahan jenis tersebut. Dalam pandangannya, pelarangan atas pernikahan siri tersebut tidak melanggar ketentuan agama karena dalam Islam sendiri terdapat beragam penafsiran (Antara News, 23 Februari 2010).
4.       Abu Bakar Ba’asyir (Pengasuh PP. Ngruki Solo), beliau mengemukakan bahwa praktik kawin siri atau nikah di bawah tangan hendaknya dihentikan. Sebab, cara atau bentuk perkawinan itu dapat menimbulkan fitnah dan merugikan kedua fihak dikemudian hari (Antara News, 23 Februari 2010).
5.       Prof. Nasaruddin Umar (Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama), beliau mengatakan pernikahan itu perlu dicatat secara sah. Itu perlu diatur, jika tidak maka bisa terbentur persoalan administrsi, misalnya si anak tidak akan dapat akta kelahiran. Selain itu, hal ini akan sangat merugikan perempuan (Oke Zone, 17 Februari 2010).
6.       Patrialis Akbar (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), beliau menuturkan bahwa nikah sirri hanyalah pernikahan bohong-bohongan. Menurutnya, harus diberikan kesadaran pada masyarakat bahwa pernikahan itu tidak sekedar nikah saja. Pernikahan sebaiknya juga dibekali dengan surat nikah, sehingga memiliki kepastian hukum (Oke Zone, 16 Februari 2010).
Kalangan Kontra Pidana Nikah Sirri :
1.       KH. Mutawakkil (Ketua Pengurus PWNU Jatim), beliau menyatakan bahwa Pidana ini bertentangan dengan syariah, sebab persyaratan pernikahan hanyalah wali, ijab qabul, maskawin, dan saksi (Antara News, 23 Februari 2010).
2.       KH. Hasyim Muzadi (Ketua PBNU), beliau mengatakan bahwa jika praktik nikah siri hendak diberi sanksi maka cukup bersifat administratif, tidak perlu pidana (Antara News, 23 Februari 2010).
3.       MUI Bogor menolak pidana ini, mereka menjelaskan bahwa alasan penolakan tersebut karena nikah siri dalam ajaran Islam sudah sah jika memenuhi persyaratan. Mereka menambahi, nikah siri merupakan masalah manusiawi dan pemerintah hendaknya mengatur sanksi terhadap praktek kumpul kebo yang marak saat ini. Sebab pada dasarnya nikah sirri dikarenakan motif ekonomi, misalnya masyarakat kecil kesulitan untuk membayar biaya perkawinan di Kantor Urusan Agama (Antara News, 1 Maret 2010). 
4.       Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (PKJ3) menilai RUU yang mengatur ketentuan sanksi pidana bagi pelaku nikah siri akan semakin merugikan perempuan. Dampak peraturan itu bagi perempuan seperti `sudah jatuh tertimpa tangga`. Perempuan yang nikah siri itu ada banyak kasus, ada yang terpaksa pernikahannya tidak tercatat karena ia jadi sebagai korban atau karena alasan ekonomi (Antara News, 10 Maret 2010). 
5.       Prof. Din Syamsuddin (Ketua Umum PP. Muhammadiyah), beliau menyatakan bahwa nikah sirri sah dan tidak bertentangan dengan agama (Oke Zone, 17 Februari 2010).
6.       Prof. Yunahar Ilyas (Ketua PP. Muhammadiyah), beliau menyatakan sebelum memberikan hukum pidana bagi pelaku nikah sirri, pemerintah harus terlebih dahulu memidanakan pelacuran. Dalam hal ini hukuman pidana dirasa terlalu jauh. Menurutnya, nikah siri sudah memenuhi persyaratan hukum Islam yang tidak dicatatkan di KUA. Akan tetapi beliau menambahi, nikah siri lebih banyak merugikan kaum perempuan karena tidak adanya jaminan hukum (Oke Zone, 17 Februari 2010).
7.       KH. Ma’ruf Amin (Ketua MUI), beliau menyatakan nikah sirri diperbolehkan dengan syarat, yaitu terpenuhinya syarat dan rukun serta memberikan hak-hak pada isteri dan anak. Hal ini pernah diputuskan oleh MUI pada tahun 2005. Kemudian menyangkut pidana pada palaku nikah sirri, beliau berpendapat jika ada usul pidana maka muncul pro-kontra sebab terkesan mengharamkan nikah sirri (Oke Zone, 18 Februari 2010).
8.       Prof. Suryadharma Ali (Menteri Agama), beliau menegaskan bahwa nikah siri bukan termasuk tindak pidana. Menurut dia, nikah siri tidak bisa disamakan dengan berzina yang masuk kategori pelanggaran pidana. Nikah sirri hanya sebatas pelanggaran administratif. Suryadharma menjelaskan, orang berzina di tempat pelacuran itu melanggar administratif dan syar'i. Karena itu, perzinahan tidak bisa disamakan dengan nikah siri.  Jadi, secara pribadi beliau menyatakan tidak setuju kalau nikah siri dipidanakan (Oke Zone, 16 Februari 2010).
9.       MUI Jatim, menurutnya nikah sirri sah secara syar’i dan sebaiknya pemerintah memberantas pelacuran (Oke Zone, 19 Februari 2010).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Butuh buku "Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan" karya Aksin Wijaya? Hubungi 085729455365
Original From : http://m-wali.blogspot.com/2011/12/cara-pasang-iklan-di-samping-kiri-blog.html#ixzz1eavJZnQj