QUR'ANIC STUDIES HADITH STUDIES GENERAL KNOWLEDGE
ISLAMIC NEWS GENERAL NEWS SCHOLARSHIP NEWS
HAPPY STORY SAD STORY CERPEN
MY PROFILE MY VILLAGE YOGYAKARTA

Sabtu, 14 Januari 2012

PERILAKU SYAITHAN DAN PROTEKSI DARINYA


A.     Pendahuluan
Manusia di dunia tidaklah hidup sendirian. Banyak makhluk ghaib yang tidak bisa dilihat secara kasat mata yang berada di sekitar manusia. Mereka adalah jin, makhluk yang diciptakan Allah dengan api. Mereka diciptakan jauh sebelum manusia diciptakan. Allah berfirman “Dan kami sesungguhnya telah menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan kami menciptakan, sebelum itu dari Api yang sangat panas” (QS. Al-Hijr: 26-27).
Syaithan merupakan jin jahat yang merupakan anak cucu Iblis. Mereka selalu menggoda manusia dan mengajak kepada keburukan. Mereka tiada henti-hentinya mencoba menjerumuskan manusia ke dalam lembah kenistaan. Manuver yang dilancarkannya pun tak main-main hebatnya. Oleh sebab itu, Rasulullah berabad-abad silam telah memberikan cara-cara atau doa-doa guna menganggulangi bahaya syaithan tersebut.
Salah satu cara dan doa yang disabdakan oleh Rasulullah adalah dengan menjaga anak ketika petang mulai datang. Selain itu juga, menutup pintu di waktu malam dengan menyebut nama Allah juga menjadi salah satu caranya. Dua pesan Nabi ini tercantum dalam hadis Bukhari no. 3059. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan sedikit dipaparkan mengenai analisis hadis tersebut serta pemaknaan yang terkadung di dalamnya. Penulis berdoa, mudah-mudahan hal tersebut bisa sedikit memberikan pengetahuan dalm kajian hadis pada khususnya dan kajian tentang keislaman pada umumnya.     
B.     Redaksi Matan Hadis (al-Bukhāri, kitāb Badh’ li Khalq, no. 3059)
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ أَخْبَرَنَا رَوْحٌ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا قَالَ وَأَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ نَحْوَ مَا أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ وَلَمْ يَذْكُرْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّه
“Apabila gelapnya malam datang atau keadaan sore (menjelang malam), maka tahanlah anak-anak kalian. Karena sesungguhnya Syaithan-syaithan berkeliaran ketika itu. Ketika malam sudah berjalan beberapa waktu, maka diamkanlah mereka (di rumah) dan tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah, sebab syaithan tidak bisa membuka pintu yang tertutup (dengan menyebut nama Allah)” 
C.      Takhrīj al-Hadīs
Setelah melalui proses takhrij pada software CD Mausu’ah al-Hadīs al-Syarīf menggunakan metode al-Athraf dan Takhrij ditemukan 27 hadis yang serupa. Hadis-hadis tersebut mempunyai rawi yang sangat banyak, akan tetapi keunggulan dalam segi kuantitas rawi ini hanya ada dalam kategori tabi’in ke bawah dan bukan dalam ranah sahabat. Tercatat hanya ada seorang sahabat saja, yaitu Jabir bin Abdullah. Oleh sebab itu, hadis ini dikategorikan sebagai hadis ahad gharib.   
No.
Kitab
Bab
Nomor
1.
Shahih Bukhari
Bad’u al-Khalq
3038, 3069
Al-Asyribah
5192, 5193
Al-Isti’dzan
5821, 5822
2.
Shahih Muslim
Al-Asyribah
3755, 3756
3.
Sunan Tirmidzi
Al-Ath’imah ‘an Rasulillah
1734
Al-Adab ‘an Rasulillah
2784
4.
Sunan Abu Dawud
Al-Asyribah
3243, 3244, 3245
5.
Sunan Ibnu Majah
Al-Adab
3751
6.
Musnad Ahmad
Baqiya Musnad Mukassirin
13623, 13711, 13765, 13822, 13848, 13912, 14301, 14370, 14484, 14605, 14634, 14719
7.
Muwattha’ Malik
Al-Jam’u
1453
D.     Analisis Sanad
Dalam kajian sanad, ada lima kualifikasi dalam hadis jika ingin dilegitimasi sebagai hadis yang shahih. Kelima kualifikasi tersebut adalah ketersambungan sanad, integritas rawi, intelektual rawi, tidak adanya syadz, dan illat. Berikut analisis dari masing-masing rawi yang ada dalam hadis riwayat Bukhari no. 3059.[1]
1.     Jabir bin Abdullah
            Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin Amr bin Haram. Beliau bernasab al-Anshari al-Salami dan mempunyai kunyah Abu Abdullah. Dalam menjalani hidupnya, sahabat satu ini berdomisili di kota Madinah serta wafat di sana pada tahun 78 H.
            Jabir bin Abdullah termasuk rawi dalam kalangan sahabat. Oleh karenanya tidak diperlukan penelitian mengenai kredibilitas serta intelektualnya berdasarkan jargon ulama sunni “kullu sahabah ‘udul”. Implikasi lebih lanjutnya, periwayatannya diterima.
2.     Atha’ bin Abi Rabah
            Nama lengkap tabi’in pertengahan satu ini adalah Atha’ bin Abi Rabah Aslam. Beliau memiliki nasab al-Qurasy dan kunyah Abu Muhammad. Atha’ bertempat tinggal di Marularudz dan wafat di sana pula pada tahun 114 H.
            Beberapa komentar mengenai kepribadiannya, Abu Ja’far: Ambillah hadis dari Atha’ sebisamu; Yahya bin Ma’in: Siqah; Muhammad bin Saad: Siqah; Abu Zur’ah al-Razi: Siqah; Ibnu Hibban: Siqah. Dari komentar-komentar tersebut tidak ada yang mencela kepribadiannya, bahkan semuanya memuji Atha’ bin Abi Rabah. Oleh sebab itu, riwayatnya bisa diterima.
3.     Ibnu Juraij
            Nama lengkapnya adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Beliau mempunyai nasab al-Umawi dan kunyah Abu al-Walid. Ibnu Juraij tidak pernah bertemu dengan sahabat atau bisa dikatakan bahwa dia merupakan rawi dari kalangan tabi’ut Tabi’in. Setali tiga uang dengan rawi di atasnya, yaitu Atha bin Abi Rabah, Ibnu Juraij berdomisili di kota Marularudz dan meninggal di sana pua pada tahun 150 H.
            Beberapa opini mengenai kepribadiannya, Yahya bin Said: Saduq; Ahmad bin Hanbal: Manusia paling sabat dalam hal hadisnya Atha’; Yahya bin Ma’in: Siqah; al-Ajali: Siqah; Ibnu Hibban: Siqah, akan tetapi pada perkataannya yang lain mengatakan mudallis; Ibnu Kharras: Saduq.
            Pada dasarnya terdapat sedikit celaan bagi Ibnu Juraij yang datang dari Ibnu Hibban yang mengatakan Ibnu Juraij merupakan rawi yang mudallis. Akan tetapi celaan ini tidak bisa diterima, sebab tidak disertai argumentasi yang jelas serta terlihat ketidak konsistenan Ibnu Hibban, dimana dalam satu perkataan ia mengatakan Ibnu Juraij rawi yang siqah akan tetapi dalam perkataannya yang lain mengatakan mudallis. Ditambah lagi penilaian positif dari ulama jarh wa ta’dil lainnya mengemuka bagi kepribadian Ibnu Juraij, minimal saduq. Oleh sebab itu, riwayatnya bisa diterima.       
4.     Rauh bin Abdah
            Nama lengkap Tabi’in kecil ini adalah Rauh bin Abdah bin al-Alla’. Beliau mempunyai nasab al-Qaisi dan kunyah Abu Muhammad. Beliau berdomisili di kota Basrah dan wafat di kota yang sama pada tahun 205 H.
            Beberapa komentar tentang kepribadiannya Yahya bin Ma’in: Laisa bihi Ba’s Saduq; Abu Hatim al-Razi: Salih Mahalluhu Saduq; Muhammad bin Sa’ad: Siqah; al-Bazzar: Siqah Makmun; Ya’qub bin Syaibah: Saduq; Khatib al-Baghdadi: Siqah.
            Dari beberapa penilaian ulama jarh wa ta’dil tersebut walaupun terdapat beberapa penilaian yang mengatakan Saduq. Akan tetapi karena tidak adanya kritikus yang mencela kepribadiannya, maka Rauh bin Abdah bisa dikatakan maqbul dan hadinya diterima.   
5.     Ishaq bin Ibrahim
            Nama lengkapnya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Mukhlid. Beliau mempunyai nasab al-Handzali al-Maruzi, kunyah Abu Ya’qub, dan laqab Ibnu Rahawaih. Beliau berdomisili di kota Hamsh dan wafat di Nahundi pada tahun 238 H.
            Beberapa komentar mengenai kepribadiannya, Ahmad bin Hanbal: termasuk imam-imam muslimin; Nasai: salah seorang imam; Ibnu Hibban: Siqah. Dari penilaian-penilaian positif tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa riwayat dari Ishaq bin Ibrahim bisa diterima.  
6.     Imam Bukhari
   Imam Bukhārī bernama lengkap Muhammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mugīrah bin al-Bardizbah (194/256 H/819-879 M), dalam riwayat lain dikatakan al-Bazrawīh, atau lebih lengkapnya lagi Muhammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mugīrah bin al-Bardizbah bin al-Ahnaf al-Ju’fī al-Bukhārī.[2] Nama Bardizbah berasal dari nama pendahulunya yang beragama Majusi[3], sementara nama al-Ju’fī dinisbatkan pada kebesaran kakeknya al-Mugīrah yang menjadi Islam di bawah bimbingan (mawlā) Yaman al-Ju’fī, gubernur Bukhāra saat itu. Beliau lahir di Bukhāra pada tanggal 13 Syawal 194 H. (21 Juli 819 M) dan meninggal di tempat yang sama pada tanggal 30 Ramadhan 256 H (31 Agustus 879).[4]
Beberapa penilaian terhadap kepribadiannya, Ibnu Ḥuzaimah  : Tidak ada yang lebih tahu dan hafal hadis selain dia; Ibnu Ṣalah: Ia bergelar Amir al-Mukminin dalam hadis; Ahmad bin Sayyār: Ia adalah penuntut dan pengembara dalam mencari hadis; Ibnu Hibban: Ia seorang yang tsiqat; Sam’ani: Ia seorang imam muftin.
Dari penilaian-penilaian positif tersebut, maka hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari bisa diterima.
Berdasarkan data-data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis ini berkualitas shahih dari segi sanad. Hal ini juga didukung pula oleh tidak adanya syadz dan illat dalam kategori sanad menurut penelitian penulis pada sanad-sanad yang ada. Selain itu, tidak ada satu rawi pun yang meriwayatkan hadis ini yang bernilai dhaif.

E.      Analisis Matan
            Tercatat banyak sekali redaksi yang dipakai oleh hadis yang diberitakan oleh Jabir bin Abdulah tersebut. Berikut variasi matan yang ada:
No.
Kitab
Nomor
Redaksi
1.
Shahih Bukhari
3038
إِذَا اسْتَجْنَحَ اللَّيْلُ أَوْ قَالَ جُنْحُ اللَّيْلِ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ الْعِشَاءِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَأَطْفِئْ مِصْبَاحَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَأَوْكِ سِقَاءَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ تَعْرُضُ عَلَيْهِ شَيْئًا
2.
3069
خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ وَاكْفِتُوا صِبْيَانَكُمْ عِنْدَ الْعِشَاءِ فَإِنَّ لِلْجِنِّ انْتِشَارًا وَخَطْفَةً وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ عِنْدَ الرُّقَادِ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ رُبَّمَا اجْتَرَّتْ الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ الْبَيْتِ قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ وَحَبِيبٌ عَنْ عَطَاءٍ فَإِنَّ لِلشَّيَاطِينِ
3.
5192
إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَحُلُّوهُمْ فَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ
4.
5193
أَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ إِذَا رَقَدْتُمْ وَغَلِّقُوا الْأَبْوَابَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَلَوْ بِعُودٍ تَعْرُضُهُ عَلَيْهِ
5.
5821
خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ رُبَّمَا جَرَّتْ الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ الْبَيْتِ
6.
5822
أَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ بِاللَّيْلِ إِذَا رَقَدْتُمْ وَغَلِّقُوا الْأَبْوَابَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ قَالَ هَمَّامٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَلَوْ بِعُودٍ يَعْرُضُهُ
7.
Shahih Muslim
3755
غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ وَأَغْلِقُوا الْبَابَ وَأَطْفِئُوا السِّرَاجَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَحُلُّ سِقَاءً وَلَا يَفْتَحُ بَابًا وَلَا يَكْشِفُ إِنَاءً فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلَّا أَنْ يَعْرُضَ عَلَى إِنَائِهِ عُودًا وَيَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ فَلْيَفْعَلْ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ بَيْتَهُمْ
8.
3756
إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ
9.
Sunan Tirmidzi
1734
أَغْلِقُوا الْبَابَ وَأَوْكِئُوا السِّقَاءَ وَأَكْفِئُوا الْإِنَاءَ أَوْ خَمِّرُوا الْإِنَاءَ وَأَطْفِئُوا الْمِصْبَاحَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ غَلَقًا وَلَا يَحِلُّ وِكَاءً وَلَا يَكْشِفُ آنِيَةً وَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ عَلَى النَّاسِ بَيْتَهُمْ قَالَ
10.
2784
خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ رُبَّمَا جَرَّتْ الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ الْبَيْتِ
11.
Sunan Abu Dawud
3243
أَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَطْفِ مِصْبَاحَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ وَلَوْ بِعُودٍ تَعْرِضُهُ عَلَيْهِ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَأَوْكِ سِقَاءَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ
12.
3244
وَاكْفِتُوا صِبْيَانَكُمْ عِنْدَ الْعِشَاءِ وَقَالَ مُسَدَّدٌ عِنْدَ الْمَسَاءِ فَإِنَّ لِلْجِنِّ انْتِشَارًا وَخَطْفَةً
13.
3245
أَلَا خَمَّرْتَهُ وَلَوْ أَنْ تَعْرِضَ عَلَيْهِ عُودًا قَالَ أَبُو دَاوُد قَالَ الْأَصْمَعِيُّ تَعْرِضُهُ عَلَيْهِ
14.
Sunan I. Majah
3761
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَهَانَا فَأَمَرَنَا أَنْ نُطْفِئَ سِرَاجَنَا
15.
Musnad Ahmad bin Hanbal
13623
أَلَا خَمَّرْتَهُ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضَ عَلَيْهِ عُودًا
16.
13711
أَغْلِقُوا أَبْوَابَكُمْ وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَأَطْفِئُوا سُرُجَكُمْ وَأَوْكُوا أَسْقِيَتَكُمْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَلَا يَكْشِفُ غِطَاءً وَلَا يَحُلُّ وِكَاءً وَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ الْبَيْتَ عَلَى أَهْلِهِ يَعْنِي الْفَأْرَةَ
17.
13765
إِذَا سَمِعْتُمْ نُبَاحَ الْكِلَابِ وَنُهَاقَ الْحَمِيرِ مِنْ اللَّيْلِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا تَرَى مَا لَا تَرَوْنَ وَأَقِلُّوا الْخُرُوجَ إِذَا هَدَأَتْ الرِّجْلُ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبُثُّ فِي لَيْلِهِ مِنْ خَلْقِهِ مَا شَاءَ وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا أُجِيفَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ وَغَطُّوا الْجِرَارَ وَأَكْفِئُوا الْآنِيَةَ قَالَ يَزِيدُ وَأَوْكِئُوا الْقِرَبَ
18.
13822
لَا تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يُبْعَثُ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ
19.
13848
أَلَا خَمَّرْتَهُ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضَ عَلَيْهِ عُودًا قَالَ ثُمَّ شَرِبَ
20.
13912
أَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَطْفِئْ مِصْبَاحَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ وَلَوْ بِعُودٍ تَعْرُضُهُ عَلَيْهِ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَأَوْكِ سِقَاءَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
21.
14301
غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكِئُوا السِّقَاءَ فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَمْ يُغَطَّ وَلَا سِقَاءٍ لَمْ يُوكَ إِلَّا وَقَعَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ
22.
14370
أَنْ نُغْلِقَ الْأَبْوَابَ وَأَنْ نُوكِئَ الْأَسْقِيَةَ وَأَنْ نُطْفِئَ الْمَصَابِيحَ وَأَنْ نَكُفَّ فَوَاشِيَنَا حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ وَنَهَانَا أَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ بِشِمَالِهِ وَأَنْ يَمْشِيَ فِي النَّعْلِ الْوَاحِدَةِ وَعَنْ الصَّمَّاءِ وَالِاحْتِبَاءِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ
23.
14484
أَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ بِاللَّيْلِ وَأَطْفِئُوا السُّرُجَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهِ بِعُودٍ
24.
14605
لَا تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَعْبَثُ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ
25.
14634
خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ وَأَجِيفُوا الْبَابَ وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ عِنْدَ الرُّقَادِ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ رُبَّمَا اجْتَرَّتْ الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ الْبَيْتَ وَأَكْفِتُوا صِبْيَانَكُمْ عِنْدَ الْمَسَاءِ فَإِنَّ لِلْجِنِّ انْتِشَارًا وَخَطْفَةً
26.
14719
أَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَطْفِئُوا السُّرُجَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ غَلَقًا وَلَا يَحُلُّ وِكَاءً وَلَا يَكْشِفُ إِنَاءً وَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ وَلَا تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تُبْعَثُ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ
27.
Malik
1453
أَغْلِقُوا الْبَابَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ وَأَكْفِئُوا الْإِنَاءَ أَوْ خَمِّرُوا الْإِنَاءَ وَأَطْفِئُوا الْمِصْبَاحَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ غَلَقًا وَلَا يَحُلُّ وِكَاءً وَلَا يَكْشِفُ إِنَاءً وَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ عَلَى النَّاسِ بَيْتَهُمْ
Dari semua redaksi-redaksi yang dipaparkan tersebut, perbedaan yang nampak hanyalah urutan penyebutan serta kelengkapan berita yang berbeda satu sama lain. Selain itu, perbedaan-perbedaan itu tidak membuat adanya kontradiksi makna dalam hadis di atas. Oleh sebab itu, hadis-hadis tentang pesan Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir bisa dikategorikan sebagai periwayatan bil makna.

F.      Makna Mufradat
Berikut akan dibahas beberapa makna mufradat dari kata-kata dalam hadis primer di atas (al-Bukhāri, kitāb Badh’ li Khalq, no. 3059).
1.     جُنْحُ اللَّيْلِ (junhu al-Laili), maknanya adalah dzalāmihi (gelapnya malam). Sedangkan makna asal dari kata al-Junūh sendiri adalah al-Mailu (condong).[5] Atau juga bisa dikatakan maknanya adalah waktu setelah terbenamnya matahari.[6]
2.     فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ (fakuffū shibyānakum), maknanya ialah laranglah mereka (anak-anak) keluar pada waktu itu.[7] Kata shibyān sendiri memiliki arti anak-anak yang belum cukup umur.[8]
3.     الشَّيْطَانَ (Syaithan), menurut Raghib al-Asfahani, kata Syaithan dapat dibentuk dari beberapa akar kata, yaitu شطط (syathatha), شاط (syātha), شوط (syawatha), dan شطن (syathana), yang mempunyai makna jauh, sesat, berkobar, dan terbakar.[9]  
4.     مُغْلَقًا (Mughlaq), lawan kata dari مَفْتُوحًا

G.     Tematik Komprehensif
1.     Definisi Syaithan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata syaithan disamping diartikan sebagain roh jahat yang selalu menggoda manusia supaya berlaku jahat, juga diartikan sebagai “kata untuk memarahi” dan orang yang sangat buruk perangainya.[10] Sementara Raghib al-Asfahani mengutip pendapat Abu Ubaidah mengatakan bahwa syaithan merupakan nama untuk setiap yang jahat atau buruk yang berasal dari bangsa jin, manusia dan binatang.[11] Keterangan yang tidak berbeda jauh juga diberikan Ibnu Mandzur, ia menyebutkan bahwa nama untuk setiap kedurhakaan yang berasal dari bangsa jin, manusia, dan binatang yang melata adalah syaitan.[12]  
Firyal Ulwan menjelaskan bahwa syaithan adalah jenis jin yang kafir. Dedengkot mereka adalah Iblis, musuh Adam. Ia bersama anak cucunya diberi kekuasaan untuk menggoda Adam dan keturunannya.[13] Hal senada juga diungkapkan oleh Javad Nurbakhksh, ia menjelaskan bahwa syaithan merupakan anak dan pengikut iblis.[14] Keterangan agak berbeda disebutkan oleh Ali al-Hamidi, ia berpendapat bahwa pada dasarnya syaithan dan iblis sebetulnya satu jenis. Hanya saja mereka berbeda dalam penyebutannya, yaitu ketika ia sedang atau bersikap mengganggu manusia, maka dinamakan syaithan. Namun, kalau dalam keadaan biasa dinamakan iblis.[15]
Ibnu kanjur, seorang Jin muslim dalam buku “Dialog Dengan Jin Muslim” menjelaskan bahwa Syaithan adalah keturunan dari hasil perkawinan antara iblis dengan jin perempuan yang menjadi pengikutnya. Mereka memiliki rupa dan bentuk yang bermacam-macam. Sebagian besar memiliki sosok yang sangat jelek atau seperti anjing. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Iblis merupakan nenek moyang syaithan dan bukan nenek moyang jin. Namun setelah masuk Islam,[16] jin tersebut berpandangan bahwa semua yang tidak beragama Islam, tidak melaksanakan ajaran-ajaran-Nya, dan tidak mengikuti petunjuk Muhammad saw. Sekalipun berpenampilan menawan dan tidak peduli jin atau manusia.[17]  
Lebih lanjut, Jin Muslim tersebut menerangkan bahwa Iblis mempunyai wakil-wakil (dari golongan syaithan), lima diantaranya harus diwaspadai oleh manusia. Pertama, Tsabar, dia selalu mendatangi orang yang sedang kesusahan atau tertimpa musibah, baik kematian anak, kerabat, atau yang lain. Kemudian ia melancarkan bisikannya dan menyatakan permusuhan pada Allah. Kedua, Dasim, syaithan inilah yang selalu berusaha dengan sekuat tenaganya untuk mencerai-beraikan ikatan perkawinan, mengobarkan rasa benci satu sama lain di kalangan suami isteri. Sehingga terjadi perceraian. Ketiga, al-A’war, dia dan seluruh penghuni kerajaannya adalah spesialis dalam hal mempermudah terjadinya perzinaan. Keempat, Maswath, spesialis dalam menciptakan kebohongan besar maupun kecil. Kelima, Zalnabur, syaithan yang satu ini bergentayangan di pasar-pasar di seluruh dunia. Merekalah yang mengobarkan pertengkaran, caci-maki, perselisihan, dan bunuh-membunuh antara sesama manusia.[18]    
Dari semua pemaparan diatas, maka menurut penulis dapat disimpulkan bahwa syaithan memiliki dua dimensi makna. Pertama, makna secara general, yaitu segala sesuatu yang jahat, baik dari golongan jin, manusia, dan binatang. Kedua, makna spesifik, yakni keturunan Iblis yang selalu menggoda manusia dan mengajaknya berbuat jelek.          
2.     Sifat-sifat Syaithan
Berikut ini beberapa sifat-sifat syaithan yang terdapat dalam Hadis-hadis lain:  
a.      Bertempat tinggal di tempat-tempat kotor, seperti WC & kandang Unta
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ قَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
“Dari Anas bin Malik ra. Apabila Rasulullah masuk al-Khallā’ (kamar kecil/WC). Maka beliau berdoa Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung padamu dari syaithan laki-laki dan syaithan perempuan”  (HR. Bukhari Muslim)[19]
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فِي مَبَارِكِ الْإِبِلِ فَقَالَ لَا تُصَلُّوا فِي مَبَارِكِ الْإِبِلِ فَإِنَّهَا مِنْ الشَّيَاطِينِ
“Dari Barra’ bin Azib ra., ia berkata bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang shalat di kandang unta, maka beliau menjawab “janganlah kamu shalat di sana, sebab itu adalah tempat syaithan” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
b.     Kentut ketika mendengar adzan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نُودِيَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ الْأَذَانَ فَإِذَا قُضِيَ الْأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِيَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا وَكَذَا مَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِي كَمْ صَلَّى
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: Apabila panggilan shalat telah menggema, maka mundurlah syaithan dan baginya kentut sehingga ia tidak mendengar adzan. Apabila selesai adzan ia kembali. Apabila iqamat berkumandang ia mundur lagi dan apabila selesai iqamat ia balik lagi sehingga ia melintas diantara manusia dengan hatinya, seraya berkata “ingatlah ini, ingatlah itu” untuk perkara yang tidak ia ingat. Sehingga orang tersebut tidak mengetahui berapa rakaat ia shalat” (HR. Bukhari Muslim).
c.      Bisa dilihat oleh Keledai dan anjing
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَمِعْتُمْ نُبَاحَ الْكِلَابِ وَنَهِيقَ الْحُمُرِ بِاللَّيْلِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ فَإِنَّهُنَّ يَرَيْنَ مَا لَا تَرَوْنَ
“Dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: jika kamu mendengar suara anjing-anjing dan suara keledai-keledai, maka hendaknya kamu meminta perlindungan pada Allah, sebab mereka sesungguhnya melihat apa yang kamu tidak lihat (syaithan)” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
d.     Proteksi dengan Menyebut Nama Allah
ْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ
“Dari Jabir bin Abdullah ra., ia mendengar Rasulullah bersabda: apabila seseorang masuk ke dalam rumahnya dengan menyebut nama Allah pada waktu masuknya dan waktu makannya, maka berkatalah syaithan “tidak ada tempat bermalam dan makan malam bagimu” dan apabila masuk akan tetapi tidak menyebut nama Allah ketika masuknya, maka syaithan berkata “kamu sudah mendapatkan tempat menginap dan apabila tidak menyebut nama Allah ketika waktu makannya maka berkatalah syaithan “kamu telah mendapat tempat bermalam dan makan malam” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).     
e.      Masuknya Syaithan Pada Diri Manusia
عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ
“Dari Ali bin Husain, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya syaithan itu berjalan dalam diri manusia menurut perjalanan/peredaran darahnya” (HR. Bukhari Muslim).
3.     Pemaknaan Hadis
Pada dasarnya, pesan-pesan Nabi yang ada dalam hadis tersebut merupakan suatu bentuk perilaku yang baik yang bisa memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Nilai-nilai edukasi yang diberikan Nabi Muhammad tersebut pula sangat bermanfaat bagi manusia, sebab menjadi sebuah bentuk proteksi diri dari gangguan syaithan. Oeh sebab itu, urgensitasnya tidak perlu dipertanyakan kembali bagi kehidupan manusia.
Pesan Nabi dalam hadis tersebut yang pertama adalah perintah menjaga anak ketika petang datang, sebab pada waktu itu syaithan berkeliaran. Hadis ini sangat sesuai dengan penuturan yang diberikan Ibnu Kanjur, ia mengatakan bahwa sebagian besar syaithan melakukan aktifitasnya secara gencar di kegelapan, yakni ketika malam tiba.[20] Dalam hadis lain dijelaskan bahwa agresifitas syaithan terjadi kira-kira antara waktu maghrib sampai isya’. Rasulullah bersabda: Janganlah kalian lepaskan binatang peliharaan dan anak-anak kalian sehingga legam hitamnya sore hari betul-betul hilang, karena syaithan-syaithan berkeliaran ketika matahari terbenam sampai saat dimana legam hitamnya sore hari betul-betul hilang (HR. Muslim no. 3757).[21]  
Dari hal tersebut, penulis memahami bahwa maksud syaithan di sini adalah syaithan dari golongan jin atau bisa dikatakan syaithan dalam arti spesifik. Kesimpulan ini diperkuat dengan hadis lain riwayat Bukhari no. 3069 yang menggunakan redaksi “jin” dan bukan syayāthīn.[22] Oleh sebab itu, kemungkinan paling kuat dari arti syayāthīn di sini adalah dari golongan jin (dalam makna spesifik).   
Ibnu Jauzi menuturkan sebab mengapa syaithan lebih gencar beraktifitas pada malam hari adalah karena gerakan mereka pada malam hari lebih hebat daripada siang hari, sebab kegelapan dapat menghimpun kekuatan mereka. Demikian pula segala hal yang berwarna hitam. Itulah sebabnya dalam hadis Abu Dzar disebutkan bahwa “anjing hitam adalah syaithan”. Sedangkan kekhawatiran terhadap anak-anak saat itu adalah karena adalah karena najis-najis yang sangat disukai syaithan biasanya masih melekat pada diri mereka dan dzikir yang mencegah gangguan syaithan tidak dimiliki anak-anak. Ketika syaithan berkeliaran biasa bergantungan pada apa saja yang biasa mereka jadikan gantungan. Oleh sebab itu, ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak diinginan pada anak-anak.[23]
Sedangkan untuk perintah selanjutnya, yaitu perintah menutup pintu mempunyai banyak sekali manfaat, selain sebagai bentuk proteksi rumah terhadap gangguan syaithan sesuai dengan bunyi hadis tersebut, ia juga berfungsi sebagai perlindungan dari aktifitas-aktifitas kriminal yang ada. Karena kejahatan kriminalitas biasanya terjadi di waktu malam hari. Secara otomatis, ia bisa meindungi diri sendiri, keluarga, sekaligus juga harta benda.
Makna yang terkadung dalam redaksi hadis yang berisi perintah menutup pintu itu mempunyai beberapa kemungkinan. Bisa yang dimaksud adalah menutup pintu secara umum. Bisa juga ditakhsis dengan membaca bismillah. Ibnu Daqiq menyebutkan bahwa hadis tersebut menunjukkan perlindungan syaithan yang belum masuk ke rumah, akan tetapi untuk syaithan yang sudah masuk ke rumah tidak ada hadis yang menjelaskan itu. Oleh sebab itu, ia berkesimpulan bahwa perintah ini hanyalah sebagai meringankan mafsadah dan bukan untuk menghilangkannya.[24]     
Menurut penulis, syaithan yang tidak masuk pintu yang tertutup ini sangat terkait dengan redaksi sebelumnya, yaitu mengucapkan nama Allah. Jadi maksudnya adalah pintu yang ditutup dengan menyebutkan asma Allah. Dan akan berbeda hasil jika pada saat menutup tidak menuturkan asma Allah.[25] Perintah ini diinstruksikan oleh Nabi pada waktu malam hari sebab memang pada waktu itu syaithan banyak berkeliaran. Sementara untuk memproteksi diri dari syaithan yang berada di rumah, maka seseorang haruslah menyebut asma Allah setiap waktu. Sehingga dengan itu semua, diri manusia bisa terlindungi dari bahaya yang ditimbulkan syaithan.   
Sebagian orang mengatakan bahwa syaithan yang dimaksud adalah syaithan dari golongan manusia, sebab dengan menutup pintu tidak bisa mencegah masuknya syaithan dari golongan jin. Namun, hal ini dibantah oleh al-Mubarakfuri, ia menjelaskan bahwa menutup pintu yang dimaksud adalah dengan menyebutkan asma Allah. Dengan demikian, tercegahnya syaithan masuk rumah ialah lantaran asma Allah tersebut. sebenarnya syaithan juga bisa masuk dari mana saja, akan tetapi semuanya terproteksi karena menyebut nama Allah tersebut.[26]  
Adapun mengenai kenapa menutup pintu dilakukan setelah malam sudah berjalan beberapa waktu menurut penulis adalah karena kemungkinan pada waktu senja hari aktifitas manusia masih dilakukan. Sehingga kalau ditutup, maka akan mengganggu aktifitas yang ada. Selain itu juga, agresifitas dan keluyurannya syaithan yang mengganggu manusia berhenti pada saat  hitam legamnya sore hari hilang (telah masuk waktu isya’). Sehingga syaithan tentunya “capek” dan mencari tempat peristirahatan di rumah-rumah manusia. Nah, untuk menghindari ini, Nabi menyuruh menutup pintu dengan menyebut nama Allah ketika menutupnya. Hal ini dilakukan pada waktu malam sudah berjalan beberapa waktu atau dalam artian sudah mulai waktu isya’, sebab syaithan selesai agresifitasnya pada waktu itu.    
Dari itu semua, penulis mengambil kesimpulan bahwa  hadis yang menceritakan perilaku syaithan serta bagaimana memproteksikan diri darinya merupakan hadis yang universal dan bisa diaplikasikan untuk segala zaman, sebab pada dasarnya syaithan dalam setiap era dan tempat tidak memiliki perbedaan dalam menggoda bani Adam. Kesimpulan ini didukung oleh pernyataan Ibnu Kanjur yang menyebutkan hal yang sama dengan isi hadis. Sementara ia sendiri merupakan jin yang hidup di era sekarang, yang berasal dari Bombay India dan berusia 180 tahun.[27]   
4.     Kontekstualisasi
Era modern memang suatu zaman dimana teknologi menjadi suatu komponen primer yang tidak bisa terbantahkan lagi. Selain itu juga, rasionalitas atas segala sesuatu menjadi aspek yang sepertinya tidak bisa ditolelir lagi. Semuanya menjadi ciri khas yang melekat pada zaman sekarang ini kita berada.
Namun dibalik itu semua, manusia seharusnya sadar akan adanya sesuatu di balik tabir, atau dalam artian adanya makhluk lain yang hidup di sekitar kita. Mereka lebih banyak dan mempunyai umur yang lebih panjang dari pada manusia. Itulah gambaran jin, makhluk yang diciptakan Allah dari api. Beberapa dari mereka beragama Islam, akan tetapi banyak dari mereka yang menjadi pengikut Iblis dan menjadi anak keturunannya yang selalu menggoda dan menjerat manusia pada lembah kejahatan. Oleh sebab itu, pagar diri dengan meminta perlindungan pada Allah menjadi suatu bentuk kebutuhan yang tidak dapat dipertanyakan kembali.   
Di era modern sekarang ini juga, aktifitas bukan hanya ramai dilakukan di siang hari, akan tetapi waktu malam juga kegiatan manusia masih ramai dilakukan, misalnya pasar malam, angkringan, dan lain-lain. Sesuai dengan pernyataan Nabi di atas yang menyatakan bahwa syaithan banyak bergentayangan dan melakukan serangan di waktu senja hari serta diperkuat dengan perkataan Ibnu Kanjur, Jin Muslim, tentunya menjadi kesadaran bersama akan perlindungan diri, utamanya pada saat senja tersebut.
Anak-anak yang belum cukup umur juga mestinya diperhatikan sebagaimana sabda Nabi, sebab mereka belum begitu mengerti. Ibnu Kanjur memberikan contoh gangguan terhadap anak-anak, semisal membuat mereka bertengkar satu sama lain atau membuat mainan salah seorang diantara mereka menarik keinginan kawannya yang lain untuk memiliki, sehingga mereka berebutan dan berkelahi. Tidak jarang pula pertengkaran yang dikobarkan syaithan di antara anak-anak tersebut memancing keterlibatan orang tua dan keluarga masing-masing. Dalam keadaan seperti itu, syaithan semakin meningkatkan jumlah personalnya, sehingga pertengkaran semakin menjadi-jadi dan pada akhirnya menimbulkan kejahatan. Muhammad Isa Dawud menambahi suatu contoh yang memang terjadi di sekitarnya. Suatu waktu betul-betul syaithan menampakkan diri dalam bentuk bola yang dimiliki seorang anak yang duduk di atas sepedanya yang mulai bergerak. Tiba-tiba anak itu dikagetkan oleh bola itu, dan dia berusaha untuk menangkapnya, tetapi gagal karena bola itu seakan-akan ada yang melemparkannya dengan kuat. Anak itu berusaha mengejar dengan sekuat tenaga, sampai akhirnya dia jatuh dan lengannya patah. Ia berpendapat, bola tersebut benar-benar syaithan.[28] Dari itu semua, penjagaan dari orang tua memang sangatlah dibutuhkan, utamanya di waktu petang dan malam hari.   
Begitu pula menutup pintu diwaktu malam (isya’) dengan menyebut nama Allah menjadi hal yang penting. Selain sebagai bentuk perlindungan terhadap masuknya syaithan, ia juga berfungsi sebagai pengamanan dari bentuk kriminalitas yang ada, sebab pada hakikatnya mayoritas kejahatan munculnya pada malam hari. Namun bila waktu sudah semakin malam, diperlukan juga penguncian pintu agar rumah aman dari aktifitas pencurian.  
H.    Kongklusi
Pembahasan tentang syaithan memang agak repot untuk dikaji, sebab ia merupakan salah satu alam ghaib yang diciptakan oleh Allah. Ia tidak dapat dilihat oleh manusia biasa. Sehingga pembuktian secara ilmiah memang sepertinya nihil untuk dilakukan. Akan tetapi sebagai seorang muslim tentunya harus meyakini serta mengimani sabda Rasul tersebut.
Dari seluruh pembahasan di atas, bisa ditarik beberapa kongklusi, yaitu :
1.      Hadis tentang syaithan ini bersifat universal.
2.      Syaithan dalam hadis riwayat Bukhari itu syaithan dalam artian spesifik.
3.      Agresifitas syaitan terjadi pada saat matahari terbenam sampai isya’ datang.
4.      Pada saat tersebut, orang Islam diperintahkan untuk menjaga serta menahan anak-anaknya agar tidak keluyuran kemana-mana.
5.       Saat isya’ datang, orang Islam diinstruksikan supaya menutup pintu seraya menyebut asma Allah, agar syaithan tidak masuk dan menginap di rumahnya.
Wallahu a’lam bi al-Shawab

[1] Lihat  software CD Mausu’ah al-Hadīs al-Syarīf
[2] Al-Bukhāri dalam al-Mukaddimah, Tārikh al-Kabīr , hlm. 5.
[3] M. M Abu Syuhbah, Kutubus Sittah: Mengenal Enam Kitab Pokok Hadis Shahīh dan Biografi Para Penulisnya Bukhuārī, Muslim, Turmudzī, Nasāī,  Ibn Mājah, Abū Daud, terj Ahmad Usman, Cetakan Kedua (Surabaya : Penerbit Pustaka Progressif, 1999), hlm. 37.  Dalam Toton Witono, “Imam al-Bukhari dan Kitab al-Tarīkh al-Kabīr” dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 6, No. 1. Januari 2005, hlm. 153.
[4] Indal Abror, “ Kitab al-Shahīh al-Bukhārī” dalam Studi Kitab Hadis (Yogyakarta : Teras, 2009) Cetakan Ketiga, hlm. 45.
[5] Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, CD ROM Maktabah Syamilah, juz VII, hlm. 48.
                [6] Ibnu Hajar, Fath al-Bari, CD ROM Maktabah Syamilah, juz X, hlm. 64.
[7] Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim..., juz VII, hlm. 48.
                [8] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyyah, 1990), hlm. 211.
[9] Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an (Beirut: Dar Ma’rifah, t.t.), hlm. 261-262.
[10] Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 931.  
[11] Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an..., hlm. 261.
[12] Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, CD ROM Maktabah Syamilah,
[13] Firyal Ulwan, Misteri Alam Jin (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 74.
                [14] Lihat Javad Nurbakhsh, Iblis Lawan Atau Kawan: Setan Dalam Interpretasi Sufi, terj. Zainul Am (Jakarta: Serambi, 2004).   
[15] Ali al-Hamidi, Godaan Syaithan (Bandung: Ma’arif, 1976), hlm. 10.
[16] Pada awalnya jin tersebut bukanlah jin Islam, akan tetapi kemudian disadarkan oleh Ismail Abdul Salam (paman penulis buku) dan pada akhirnya ia masuk Islam.
[17] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim, terj. Afif Muhammad dan Abdul Adzim (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 60-61.  
[18] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim..., hlm. 61-62. Keterangan seperti ini juga sudah banyak dijelaskan oleh buku-buku yang membahas tentang syaithan lainnya.
                [19] Dari hadis tersebut bisa dipahami bahwa kamar kecil merupakan salah satu tempat tinggal syaithan.   
                [20] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim..., hlm. 79.
                [21] Keterangan ini juga bisa diakses dalam hadis hasil takhrij no. 18 dan 24.  
                [22] Lihat hadis hasil takhrij yang kedua.  
                [23] Ibnu Hajar, Fath al-Bari..., juz X, hlm. 64.
                [24] Ibnu Hajar, Fath al-Bari..., juz XVIII, hlm. 45.
[25] Lihat Aun al-Ma’bud, CD ROM Maktabah Syamilah, juz VIII, hlm. 237. Lihat juga Mubarakfury, Tuhfadz Ahwadzi, CD ROM Maktabah Syamilah, juz V, hlm. 14. 
[26] Mubarakfury, Tuhfadz Ahwadzi..., juz V, hlm. 14. 
                [27] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim..., dalam mukadimah.
                [28] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim..., hlm. 79-80.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Butuh buku "Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan" karya Aksin Wijaya? Hubungi 085729455365
Original From : http://m-wali.blogspot.com/2011/12/cara-pasang-iklan-di-samping-kiri-blog.html#ixzz1eavJZnQj