A.
Pendahuluan
Manusia
di dunia tidaklah hidup sendirian. Banyak makhluk ghaib yang tidak bisa dilihat
secara kasat mata yang berada di sekitar manusia. Mereka adalah jin, makhluk
yang diciptakan Allah dengan api. Mereka diciptakan jauh sebelum manusia
diciptakan. Allah berfirman “Dan kami sesungguhnya telah menciptakan manusia
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan
kami menciptakan, sebelum itu dari Api yang sangat panas” (QS. Al-Hijr: 26-27).
Syaithan
merupakan jin jahat yang merupakan anak cucu Iblis. Mereka selalu menggoda
manusia dan mengajak kepada keburukan. Mereka tiada henti-hentinya mencoba
menjerumuskan manusia ke dalam lembah kenistaan. Manuver yang dilancarkannya
pun tak main-main hebatnya. Oleh sebab itu, Rasulullah berabad-abad silam telah
memberikan cara-cara atau doa-doa guna menganggulangi bahaya syaithan tersebut.
Salah
satu cara dan doa yang disabdakan oleh Rasulullah adalah dengan menjaga anak
ketika petang mulai datang. Selain itu juga, menutup pintu di waktu malam
dengan menyebut nama Allah juga menjadi salah satu caranya. Dua pesan Nabi ini
tercantum dalam hadis Bukhari no. 3059. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
sedikit dipaparkan mengenai analisis hadis tersebut serta pemaknaan yang
terkadung di dalamnya. Penulis berdoa, mudah-mudahan hal tersebut bisa sedikit memberikan
pengetahuan dalm kajian hadis pada khususnya dan kajian tentang keislaman pada
umumnya.
B.
Redaksi Matan Hadis (al-Bukhāri, kitāb Badh’
li Khalq, no. 3059)
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ أَخْبَرَنَا
رَوْحٌ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ
عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا
صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا ذَهَبَتْ
سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا قَالَ وَأَخْبَرَنِي
عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ نَحْوَ مَا أَخْبَرَنِي
عَطَاءٌ وَلَمْ يَذْكُرْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّه
“Apabila
gelapnya malam datang atau keadaan sore (menjelang malam), maka tahanlah anak-anak
kalian. Karena sesungguhnya Syaithan-syaithan berkeliaran ketika itu. Ketika
malam sudah berjalan beberapa waktu, maka diamkanlah mereka (di rumah) dan
tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah, sebab syaithan tidak bisa membuka
pintu yang tertutup (dengan menyebut nama Allah)”
C.
Takhrīj al-Hadīs
Setelah
melalui proses takhrij pada software CD Mausu’ah al-Hadīs al-Syarīf
menggunakan metode al-Athraf dan Takhrij ditemukan 27 hadis yang serupa.
Hadis-hadis tersebut mempunyai rawi yang sangat banyak, akan tetapi keunggulan
dalam segi kuantitas rawi ini hanya ada dalam kategori tabi’in ke bawah dan
bukan dalam ranah sahabat. Tercatat hanya ada seorang sahabat saja, yaitu Jabir
bin Abdullah. Oleh sebab itu, hadis ini dikategorikan sebagai hadis ahad
gharib.
No.
|
Kitab
|
Bab
|
Nomor
|
1.
|
Shahih
Bukhari
|
Bad’u
al-Khalq
|
3038,
3069
|
Al-Asyribah
|
5192,
5193
|
||
Al-Isti’dzan
|
5821,
5822
|
||
2.
|
Shahih
Muslim
|
Al-Asyribah
|
3755,
3756
|
3.
|
Sunan
Tirmidzi
|
Al-Ath’imah
‘an Rasulillah
|
1734
|
Al-Adab
‘an Rasulillah
|
2784
|
||
4.
|
Sunan
Abu Dawud
|
Al-Asyribah
|
3243,
3244, 3245
|
5.
|
Sunan
Ibnu Majah
|
Al-Adab
|
3751
|
6.
|
Musnad
Ahmad
|
Baqiya
Musnad Mukassirin
|
13623,
13711, 13765, 13822, 13848, 13912, 14301, 14370, 14484, 14605, 14634, 14719
|
7.
|
Muwattha’
Malik
|
Al-Jam’u
|
1453
|
D.
Analisis Sanad
Dalam
kajian sanad, ada lima kualifikasi dalam hadis jika ingin dilegitimasi sebagai
hadis yang shahih. Kelima kualifikasi tersebut adalah ketersambungan sanad,
integritas rawi, intelektual rawi, tidak adanya syadz, dan illat. Berikut
analisis dari masing-masing rawi yang ada dalam hadis riwayat Bukhari no. 3059.[1]
1.
Jabir bin Abdullah
Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin Amr bin
Haram. Beliau bernasab al-Anshari al-Salami dan mempunyai kunyah Abu Abdullah. Dalam
menjalani hidupnya, sahabat satu ini berdomisili di kota Madinah serta wafat di
sana pada tahun 78 H.
Jabir bin Abdullah termasuk rawi dalam kalangan sahabat.
Oleh karenanya tidak diperlukan penelitian mengenai kredibilitas serta
intelektualnya berdasarkan jargon ulama sunni “kullu sahabah ‘udul”.
Implikasi lebih lanjutnya, periwayatannya diterima.
2.
Atha’ bin Abi Rabah
Nama lengkap tabi’in pertengahan
satu ini adalah Atha’ bin Abi Rabah Aslam. Beliau memiliki nasab al-Qurasy dan
kunyah Abu Muhammad. Atha’ bertempat tinggal di Marularudz dan wafat di sana
pula pada tahun 114 H.
Beberapa komentar mengenai
kepribadiannya, Abu Ja’far: Ambillah hadis dari Atha’ sebisamu; Yahya bin
Ma’in: Siqah; Muhammad bin Saad: Siqah; Abu Zur’ah al-Razi: Siqah; Ibnu Hibban:
Siqah. Dari komentar-komentar tersebut tidak ada yang mencela kepribadiannya,
bahkan semuanya memuji Atha’ bin Abi Rabah. Oleh sebab itu, riwayatnya bisa
diterima.
3.
Ibnu Juraij
Nama lengkapnya adalah Abdul Malik
bin Abdul Aziz bin Juraij. Beliau mempunyai nasab al-Umawi dan kunyah Abu
al-Walid. Ibnu Juraij tidak pernah bertemu dengan sahabat atau bisa dikatakan
bahwa dia merupakan rawi dari kalangan tabi’ut Tabi’in. Setali tiga uang dengan
rawi di atasnya, yaitu Atha bin Abi Rabah, Ibnu Juraij berdomisili di kota
Marularudz dan meninggal di sana pua pada tahun 150 H.
Beberapa opini mengenai
kepribadiannya, Yahya bin Said: Saduq; Ahmad bin Hanbal: Manusia paling sabat
dalam hal hadisnya Atha’; Yahya bin Ma’in: Siqah; al-Ajali: Siqah; Ibnu Hibban:
Siqah, akan tetapi pada perkataannya yang lain mengatakan mudallis; Ibnu
Kharras: Saduq.
Pada dasarnya terdapat sedikit
celaan bagi Ibnu Juraij yang datang dari Ibnu Hibban yang mengatakan Ibnu
Juraij merupakan rawi yang mudallis. Akan tetapi celaan ini tidak bisa
diterima, sebab tidak disertai argumentasi yang jelas serta terlihat ketidak
konsistenan Ibnu Hibban, dimana dalam satu perkataan ia mengatakan Ibnu Juraij
rawi yang siqah akan tetapi dalam perkataannya yang lain mengatakan mudallis. Ditambah
lagi penilaian positif dari ulama jarh wa ta’dil lainnya mengemuka bagi
kepribadian Ibnu Juraij, minimal saduq. Oleh sebab itu, riwayatnya bisa
diterima.
4.
Rauh bin Abdah
Nama lengkap Tabi’in kecil ini
adalah Rauh bin Abdah bin al-Alla’. Beliau mempunyai nasab al-Qaisi dan kunyah
Abu Muhammad. Beliau berdomisili di kota Basrah dan wafat di kota yang sama
pada tahun 205 H.
Beberapa komentar tentang
kepribadiannya Yahya bin Ma’in: Laisa bihi Ba’s Saduq; Abu Hatim al-Razi: Salih
Mahalluhu Saduq; Muhammad bin Sa’ad: Siqah; al-Bazzar: Siqah Makmun; Ya’qub bin
Syaibah: Saduq; Khatib al-Baghdadi: Siqah.
Dari beberapa penilaian ulama jarh
wa ta’dil tersebut walaupun terdapat beberapa penilaian yang mengatakan Saduq.
Akan tetapi karena tidak adanya kritikus yang mencela kepribadiannya, maka Rauh
bin Abdah bisa dikatakan maqbul dan hadinya diterima.
5.
Ishaq bin Ibrahim
Nama lengkapnya adalah Ishaq bin
Ibrahim bin Mukhlid. Beliau mempunyai nasab al-Handzali al-Maruzi, kunyah Abu
Ya’qub, dan laqab Ibnu Rahawaih. Beliau berdomisili di kota Hamsh dan wafat di
Nahundi pada tahun 238 H.
Beberapa komentar mengenai
kepribadiannya, Ahmad bin Hanbal: termasuk imam-imam muslimin; Nasai: salah
seorang imam; Ibnu Hibban: Siqah. Dari penilaian-penilaian positif tersebut,
maka bisa ditarik kesimpulan bahwa riwayat dari Ishaq bin Ibrahim bisa
diterima.
6.
Imam Bukhari
Imam
Bukhārī bernama lengkap Muhammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mugīrah bin
al-Bardizbah (194/256 H/819-879 M), dalam riwayat lain dikatakan al-Bazrawīh,
atau lebih lengkapnya lagi Muhammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mugīrah bin
al-Bardizbah bin al-Ahnaf al-Ju’fī al-Bukhārī.[2] Nama Bardizbah berasal dari nama pendahulunya
yang beragama Majusi[3], sementara nama al-Ju’fī dinisbatkan pada
kebesaran kakeknya al-Mugīrah yang menjadi Islam di bawah bimbingan (mawlā)
Yaman al-Ju’fī, gubernur Bukhāra saat itu. Beliau lahir di Bukhāra pada tanggal
13 Syawal 194 H. (21 Juli 819 M) dan meninggal di tempat yang sama pada tanggal
30 Ramadhan 256 H (31 Agustus 879).[4]
Beberapa penilaian terhadap kepribadiannya, Ibnu
Ḥuzaimah : Tidak ada yang lebih tahu dan
hafal hadis selain dia; Ibnu Ṣalah: Ia bergelar Amir al-Mukminin dalam
hadis; Ahmad bin Sayyār: Ia adalah penuntut dan pengembara dalam mencari hadis;
Ibnu Hibban: Ia seorang yang tsiqat; Sam’ani: Ia seorang imam muftin.
Dari penilaian-penilaian positif tersebut, maka
hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari bisa diterima.
Berdasarkan data-data di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa hadis ini berkualitas shahih dari segi sanad. Hal ini juga
didukung pula oleh tidak adanya syadz dan illat dalam kategori sanad menurut
penelitian penulis pada sanad-sanad yang ada. Selain itu, tidak ada satu rawi
pun yang meriwayatkan hadis ini yang bernilai dhaif.
E.
Analisis Matan
Tercatat banyak sekali redaksi yang dipakai oleh hadis
yang diberitakan oleh Jabir bin Abdulah tersebut. Berikut variasi matan yang ada:
No.
|
Kitab
|
Nomor
|
Redaksi
|
1.
|
Shahih
Bukhari
|
3038
|
إِذَا اسْتَجْنَحَ اللَّيْلُ أَوْ قَالَ جُنْحُ
اللَّيْلِ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا
ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ الْعِشَاءِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ
اللَّهِ وَأَطْفِئْ مِصْبَاحَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَأَوْكِ سِقَاءَكَ وَاذْكُرْ
اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ تَعْرُضُ عَلَيْهِ
شَيْئًا
|
2.
|
3069
|
خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ
وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ وَاكْفِتُوا صِبْيَانَكُمْ عِنْدَ الْعِشَاءِ فَإِنَّ لِلْجِنِّ
انْتِشَارًا وَخَطْفَةً وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ عِنْدَ الرُّقَادِ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ
رُبَّمَا اجْتَرَّتْ الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ الْبَيْتِ قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ
وَحَبِيبٌ عَنْ عَطَاءٍ فَإِنَّ لِلشَّيَاطِينِ
|
|
3.
|
5192
|
إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ
فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا ذَهَبَ
سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَحُلُّوهُمْ فَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ
وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ
أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ
|
|
4.
|
5193
|
أَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ إِذَا رَقَدْتُمْ وَغَلِّقُوا
الْأَبْوَابَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ وَأَحْسِبُهُ
قَالَ وَلَوْ بِعُودٍ تَعْرُضُهُ عَلَيْهِ
|
|
5.
|
5821
|
خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ
وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ رُبَّمَا جَرَّتْ الْفَتِيلَةَ
فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ الْبَيْتِ
|
|
6.
|
5822
|
أَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ بِاللَّيْلِ إِذَا رَقَدْتُمْ
وَغَلِّقُوا الْأَبْوَابَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ
قَالَ هَمَّامٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَلَوْ بِعُودٍ يَعْرُضُهُ
|
|
7.
|
Shahih
Muslim
|
3755
|
غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ وَأَغْلِقُوا
الْبَابَ وَأَطْفِئُوا السِّرَاجَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَحُلُّ سِقَاءً وَلَا
يَفْتَحُ بَابًا وَلَا يَكْشِفُ إِنَاءً فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلَّا أَنْ
يَعْرُضَ عَلَى إِنَائِهِ عُودًا وَيَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ فَلْيَفْعَلْ فَإِنَّ
الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ بَيْتَهُمْ
|
8.
|
3756
|
إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ
فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ فَإِذَا ذَهَبَ
سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ
وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ
أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ
|
|
9.
|
Sunan
Tirmidzi
|
1734
|
أَغْلِقُوا الْبَابَ وَأَوْكِئُوا السِّقَاءَ
وَأَكْفِئُوا الْإِنَاءَ أَوْ خَمِّرُوا الْإِنَاءَ وَأَطْفِئُوا الْمِصْبَاحَ فَإِنَّ
الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ غَلَقًا وَلَا يَحِلُّ وِكَاءً وَلَا يَكْشِفُ آنِيَةً
وَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ عَلَى النَّاسِ بَيْتَهُمْ قَالَ
|
10.
|
2784
|
خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ
وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ رُبَّمَا
جَرَّتْ الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ الْبَيْتِ
|
|
11.
|
Sunan
Abu Dawud
|
3243
|
أَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ
الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَطْفِ مِصْبَاحَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ
اللَّهِ وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ وَلَوْ بِعُودٍ تَعْرِضُهُ عَلَيْهِ وَاذْكُرْ اسْمَ
اللَّهِ وَأَوْكِ سِقَاءَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ
|
12.
|
3244
|
وَاكْفِتُوا صِبْيَانَكُمْ عِنْدَ الْعِشَاءِ
وَقَالَ مُسَدَّدٌ عِنْدَ الْمَسَاءِ فَإِنَّ لِلْجِنِّ انْتِشَارًا وَخَطْفَةً
|
|
13.
|
3245
|
أَلَا خَمَّرْتَهُ وَلَوْ أَنْ تَعْرِضَ عَلَيْهِ
عُودًا قَالَ أَبُو دَاوُد قَالَ الْأَصْمَعِيُّ تَعْرِضُهُ عَلَيْهِ
|
|
14.
|
Sunan
I. Majah
|
3761
|
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَنَهَانَا فَأَمَرَنَا أَنْ نُطْفِئَ سِرَاجَنَا
|
15.
|
Musnad
Ahmad bin Hanbal
|
13623
|
أَلَا خَمَّرْتَهُ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضَ عَلَيْهِ
عُودًا
|
16.
|
13711
|
أَغْلِقُوا أَبْوَابَكُمْ وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ
وَأَطْفِئُوا سُرُجَكُمْ وَأَوْكُوا أَسْقِيَتَكُمْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ
بَابًا مُغْلَقًا وَلَا يَكْشِفُ غِطَاءً وَلَا يَحُلُّ وِكَاءً وَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ
تُضْرِمُ الْبَيْتَ عَلَى أَهْلِهِ يَعْنِي الْفَأْرَةَ
|
|
17.
|
13765
|
إِذَا سَمِعْتُمْ نُبَاحَ الْكِلَابِ وَنُهَاقَ
الْحَمِيرِ مِنْ اللَّيْلِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا تَرَى مَا لَا تَرَوْنَ
وَأَقِلُّوا الْخُرُوجَ إِذَا هَدَأَتْ الرِّجْلُ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
يَبُثُّ فِي لَيْلِهِ مِنْ خَلْقِهِ مَا شَاءَ وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا أُجِيفَ وَذُكِرَ
اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ وَغَطُّوا الْجِرَارَ وَأَكْفِئُوا
الْآنِيَةَ قَالَ يَزِيدُ وَأَوْكِئُوا الْقِرَبَ
|
|
18.
|
13822
|
لَا تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَصِبْيَانَكُمْ
إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
يُبْعَثُ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ
|
|
19.
|
13848
|
أَلَا خَمَّرْتَهُ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضَ عَلَيْهِ
عُودًا قَالَ ثُمَّ شَرِبَ
|
|
20.
|
13912
|
أَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا وَأَطْفِئْ مِصْبَاحَكَ
وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ وَلَوْ بِعُودٍ تَعْرُضُهُ عَلَيْهِ
وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ وَأَوْكِ سِقَاءَكَ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
|
|
21.
|
14301
|
غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكِئُوا السِّقَاءَ فَإِنَّ
فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَمْ يُغَطَّ
وَلَا سِقَاءٍ لَمْ يُوكَ إِلَّا وَقَعَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ
|
|
22.
|
14370
|
أَنْ نُغْلِقَ الْأَبْوَابَ وَأَنْ نُوكِئَ الْأَسْقِيَةَ
وَأَنْ نُطْفِئَ الْمَصَابِيحَ وَأَنْ نَكُفَّ فَوَاشِيَنَا حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ
الْعِشَاءِ وَنَهَانَا أَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ بِشِمَالِهِ وَأَنْ يَمْشِيَ فِي
النَّعْلِ الْوَاحِدَةِ وَعَنْ الصَّمَّاءِ وَالِاحْتِبَاءِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ
|
|
23.
|
14484
|
أَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ بِاللَّيْلِ وَأَطْفِئُوا
السُّرُجَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ وَلَوْ
أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهِ بِعُودٍ
|
|
24.
|
14605
|
لَا تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَصِبْيَانَكُمْ
إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ
تَعْبَثُ إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ
|
|
25.
|
14634
|
خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ
وَأَجِيفُوا الْبَابَ وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ عِنْدَ الرُّقَادِ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ
رُبَّمَا اجْتَرَّتْ الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ الْبَيْتَ وَأَكْفِتُوا صِبْيَانَكُمْ
عِنْدَ الْمَسَاءِ فَإِنَّ لِلْجِنِّ انْتِشَارًا وَخَطْفَةً
|
|
26.
|
14719
|
أَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ
وَخَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَطْفِئُوا السُّرُجَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ
غَلَقًا وَلَا يَحُلُّ وِكَاءً وَلَا يَكْشِفُ إِنَاءً وَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ
عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ وَلَا تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتْ
الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تُبْعَثُ إِذَا
غَابَتْ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ
|
|
27.
|
Malik
|
1453
|
أَغْلِقُوا الْبَابَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ وَأَكْفِئُوا
الْإِنَاءَ أَوْ خَمِّرُوا الْإِنَاءَ وَأَطْفِئُوا الْمِصْبَاحَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
لَا يَفْتَحُ غَلَقًا وَلَا يَحُلُّ وِكَاءً وَلَا يَكْشِفُ إِنَاءً وَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ
تُضْرِمُ عَلَى النَّاسِ بَيْتَهُمْ
|
Dari semua redaksi-redaksi
yang dipaparkan tersebut, perbedaan yang nampak hanyalah urutan penyebutan
serta kelengkapan berita yang berbeda satu sama lain. Selain itu, perbedaan-perbedaan
itu tidak membuat adanya kontradiksi makna dalam hadis di atas. Oleh sebab itu,
hadis-hadis tentang pesan Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir bisa dikategorikan
sebagai periwayatan bil makna.
F.
Makna Mufradat
Berikut
akan dibahas beberapa makna mufradat dari kata-kata dalam hadis primer di atas (al-Bukhāri,
kitāb Badh’ li Khalq, no. 3059).
1.
جُنْحُ اللَّيْلِ (junhu al-Laili), maknanya adalah dzalāmihi (gelapnya
malam). Sedangkan makna asal dari kata al-Junūh sendiri adalah al-Mailu
(condong).[5]
Atau juga bisa dikatakan maknanya adalah waktu setelah terbenamnya matahari.[6]
2.
فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ (fakuffū shibyānakum), maknanya ialah laranglah mereka
(anak-anak) keluar pada waktu itu.[7]
Kata shibyān sendiri memiliki arti anak-anak yang belum cukup umur.[8]
3.
الشَّيْطَانَ (Syaithan), menurut Raghib al-Asfahani, kata Syaithan dapat
dibentuk dari beberapa akar kata, yaitu شطط (syathatha), شاط (syātha), شوط (syawatha), dan شطن (syathana), yang mempunyai makna jauh, sesat, berkobar, dan
terbakar.[9]
4.
مُغْلَقًا (Mughlaq), lawan kata dari مَفْتُوحًا
G.
Tematik Komprehensif
1.
Definisi Syaithan
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, kata syaithan disamping diartikan sebagain roh
jahat yang selalu menggoda manusia supaya berlaku jahat, juga diartikan sebagai
“kata untuk memarahi” dan orang yang sangat buruk perangainya.[10] Sementara Raghib al-Asfahani mengutip pendapat
Abu Ubaidah mengatakan bahwa syaithan merupakan nama untuk setiap yang jahat
atau buruk yang berasal dari bangsa jin, manusia dan binatang.[11] Keterangan yang tidak berbeda jauh juga
diberikan Ibnu Mandzur, ia menyebutkan bahwa nama untuk setiap kedurhakaan yang
berasal dari bangsa jin, manusia, dan binatang yang melata adalah syaitan.[12]
Firyal
Ulwan menjelaskan bahwa syaithan adalah jenis jin yang kafir. Dedengkot mereka
adalah Iblis, musuh Adam. Ia bersama anak cucunya diberi kekuasaan untuk
menggoda Adam dan keturunannya.[13] Hal senada juga diungkapkan oleh Javad
Nurbakhksh, ia menjelaskan bahwa syaithan merupakan anak dan pengikut iblis.[14] Keterangan agak berbeda disebutkan oleh Ali
al-Hamidi, ia berpendapat bahwa pada dasarnya syaithan dan iblis sebetulnya satu
jenis. Hanya saja mereka berbeda dalam penyebutannya, yaitu ketika ia sedang
atau bersikap mengganggu manusia, maka dinamakan syaithan. Namun, kalau dalam
keadaan biasa dinamakan iblis.[15]
Ibnu
kanjur, seorang Jin muslim dalam buku “Dialog Dengan Jin Muslim” menjelaskan
bahwa Syaithan adalah keturunan dari hasil perkawinan antara iblis dengan jin
perempuan yang menjadi pengikutnya. Mereka memiliki rupa dan bentuk yang
bermacam-macam. Sebagian besar memiliki sosok yang sangat jelek atau seperti
anjing. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Iblis merupakan nenek moyang
syaithan dan bukan nenek moyang jin. Namun setelah masuk Islam,[16] jin tersebut berpandangan bahwa semua yang
tidak beragama Islam, tidak melaksanakan ajaran-ajaran-Nya, dan tidak mengikuti
petunjuk Muhammad saw. Sekalipun berpenampilan menawan dan tidak peduli jin
atau manusia.[17]
Lebih
lanjut, Jin Muslim tersebut menerangkan bahwa Iblis mempunyai wakil-wakil (dari
golongan syaithan), lima diantaranya harus diwaspadai oleh manusia. Pertama,
Tsabar, dia selalu mendatangi orang yang sedang kesusahan atau tertimpa
musibah, baik kematian anak, kerabat, atau yang lain. Kemudian ia melancarkan
bisikannya dan menyatakan permusuhan pada Allah. Kedua, Dasim, syaithan
inilah yang selalu berusaha dengan sekuat tenaganya untuk mencerai-beraikan ikatan
perkawinan, mengobarkan rasa benci satu sama lain di kalangan suami isteri.
Sehingga terjadi perceraian. Ketiga, al-A’war, dia dan seluruh penghuni
kerajaannya adalah spesialis dalam hal mempermudah terjadinya perzinaan. Keempat,
Maswath, spesialis dalam menciptakan kebohongan besar maupun kecil. Kelima,
Zalnabur, syaithan yang satu ini bergentayangan di pasar-pasar di seluruh
dunia. Merekalah yang mengobarkan pertengkaran, caci-maki, perselisihan, dan
bunuh-membunuh antara sesama manusia.[18]
Dari
semua pemaparan diatas, maka menurut penulis dapat disimpulkan bahwa syaithan
memiliki dua dimensi makna. Pertama, makna secara general, yaitu segala
sesuatu yang jahat, baik dari golongan jin, manusia, dan binatang. Kedua,
makna spesifik, yakni keturunan Iblis yang selalu menggoda manusia dan
mengajaknya berbuat jelek.
2.
Sifat-sifat Syaithan
Berikut ini beberapa sifat-sifat syaithan yang
terdapat dalam Hadis-hadis lain:
a.
Bertempat tinggal di tempat-tempat kotor, seperti
WC & kandang Unta
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ
الْخَلَاءَ قَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
“Dari Anas bin Malik ra.
Apabila Rasulullah masuk al-Khallā’
(kamar kecil/WC). Maka beliau berdoa Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
padamu dari syaithan laki-laki dan syaithan perempuan” (HR. Bukhari Muslim)[19]
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فِي مَبَارِكِ الْإِبِلِ
فَقَالَ لَا تُصَلُّوا فِي مَبَارِكِ الْإِبِلِ فَإِنَّهَا مِنْ الشَّيَاطِينِ
“Dari Barra’ bin Azib ra.,
ia berkata bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang shalat di kandang unta, maka
beliau menjawab “janganlah kamu shalat di sana, sebab itu adalah tempat
syaithan” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
b.
Kentut ketika mendengar adzan
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نُودِيَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ
حَتَّى لَا يَسْمَعَ الْأَذَانَ فَإِذَا قُضِيَ الْأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ
بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِيَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ
وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا وَكَذَا مَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ
الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِي كَمْ صَلَّى
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
Apabila panggilan shalat telah menggema, maka mundurlah syaithan dan baginya
kentut sehingga ia tidak mendengar adzan. Apabila selesai adzan ia kembali.
Apabila iqamat berkumandang ia mundur lagi dan apabila selesai iqamat ia balik
lagi sehingga ia melintas diantara manusia dengan hatinya, seraya berkata “ingatlah
ini, ingatlah itu” untuk perkara yang tidak ia ingat. Sehingga orang tersebut
tidak mengetahui berapa rakaat ia shalat” (HR.
Bukhari Muslim).
c.
Bisa dilihat oleh Keledai dan anjing
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا سَمِعْتُمْ نُبَاحَ الْكِلَابِ وَنَهِيقَ الْحُمُرِ بِاللَّيْلِ فَتَعَوَّذُوا
بِاللَّهِ فَإِنَّهُنَّ يَرَيْنَ مَا لَا تَرَوْنَ
“Dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata bahwa Rasulullah
bersabda: jika kamu mendengar suara anjing-anjing dan suara keledai-keledai,
maka hendaknya kamu meminta perlindungan pada Allah, sebab mereka sesungguhnya
melihat apa yang kamu tidak lihat (syaithan)” (HR.
Abu Dawud dan Ahmad).
d.
Proteksi dengan Menyebut Nama Allah
ْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ
اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ
وَلَا عَشَاءَ وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ
أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمْ
الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ
“Dari Jabir bin Abdullah ra., ia mendengar Rasulullah bersabda:
apabila seseorang masuk ke dalam rumahnya dengan menyebut nama Allah pada waktu
masuknya dan waktu makannya, maka berkatalah syaithan “tidak ada tempat
bermalam dan makan malam bagimu” dan apabila masuk akan tetapi tidak menyebut
nama Allah ketika masuknya, maka syaithan berkata “kamu sudah mendapatkan
tempat menginap dan apabila tidak menyebut nama Allah ketika waktu makannya
maka berkatalah syaithan “kamu telah mendapat tempat bermalam dan makan malam” (HR.
Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
e.
Masuknya
Syaithan Pada Diri Manusia
عَنْ عَلِيِّ بْنِ
الْحُسَيْنِ قَالَ رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ
الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ
“Dari Ali bin Husain, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya syaithan
itu berjalan dalam diri manusia menurut perjalanan/peredaran darahnya” (HR.
Bukhari Muslim).
3.
Pemaknaan Hadis
Pada dasarnya, pesan-pesan
Nabi yang ada dalam hadis tersebut merupakan suatu bentuk perilaku yang baik
yang bisa memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Nilai-nilai edukasi
yang diberikan Nabi Muhammad tersebut pula sangat bermanfaat bagi manusia,
sebab menjadi sebuah bentuk proteksi diri dari gangguan syaithan. Oeh sebab
itu, urgensitasnya tidak perlu dipertanyakan kembali bagi kehidupan manusia.
Pesan Nabi dalam hadis
tersebut yang pertama adalah perintah menjaga anak ketika petang datang, sebab
pada waktu itu syaithan berkeliaran. Hadis ini sangat sesuai dengan penuturan
yang diberikan Ibnu Kanjur, ia mengatakan bahwa sebagian besar syaithan
melakukan aktifitasnya secara gencar di kegelapan, yakni ketika malam tiba.[20] Dalam hadis lain dijelaskan bahwa agresifitas
syaithan terjadi kira-kira antara waktu maghrib sampai isya’. Rasulullah
bersabda: Janganlah kalian lepaskan binatang peliharaan dan anak-anak kalian
sehingga legam hitamnya sore hari betul-betul hilang, karena syaithan-syaithan
berkeliaran ketika matahari terbenam sampai saat dimana legam hitamnya sore
hari betul-betul hilang (HR. Muslim no. 3757).[21]
Dari hal tersebut, penulis
memahami bahwa maksud syaithan di sini adalah syaithan dari golongan jin atau
bisa dikatakan syaithan dalam arti spesifik. Kesimpulan ini diperkuat dengan
hadis lain riwayat Bukhari no. 3069 yang menggunakan redaksi “jin” dan
bukan syayāthīn.[22] Oleh sebab itu, kemungkinan paling kuat dari
arti syayāthīn di sini adalah dari golongan jin (dalam makna spesifik).
Ibnu Jauzi menuturkan sebab
mengapa syaithan lebih gencar beraktifitas pada malam hari adalah karena
gerakan mereka pada malam hari lebih hebat daripada siang hari, sebab kegelapan
dapat menghimpun kekuatan mereka. Demikian pula segala hal yang berwarna hitam.
Itulah sebabnya dalam hadis Abu Dzar disebutkan bahwa “anjing hitam adalah
syaithan”. Sedangkan kekhawatiran terhadap anak-anak saat itu adalah karena adalah
karena najis-najis yang sangat disukai syaithan biasanya masih melekat pada
diri mereka dan dzikir yang mencegah gangguan syaithan tidak dimiliki anak-anak.
Ketika syaithan berkeliaran biasa bergantungan pada apa saja yang biasa mereka
jadikan gantungan. Oleh sebab itu, ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak
diinginan pada anak-anak.[23]
Sedangkan untuk perintah
selanjutnya, yaitu perintah menutup pintu mempunyai banyak sekali manfaat,
selain sebagai bentuk proteksi rumah terhadap gangguan syaithan sesuai dengan
bunyi hadis tersebut, ia juga berfungsi sebagai perlindungan dari aktifitas-aktifitas
kriminal yang ada. Karena kejahatan kriminalitas biasanya terjadi di waktu
malam hari. Secara otomatis, ia bisa meindungi diri sendiri, keluarga,
sekaligus juga harta benda.
Makna yang terkadung dalam
redaksi hadis yang berisi perintah menutup pintu itu mempunyai beberapa
kemungkinan. Bisa yang dimaksud adalah menutup pintu secara umum. Bisa juga ditakhsis
dengan membaca bismillah. Ibnu Daqiq menyebutkan bahwa hadis tersebut menunjukkan
perlindungan syaithan yang belum masuk ke rumah, akan tetapi untuk syaithan
yang sudah masuk ke rumah tidak ada hadis yang menjelaskan itu. Oleh sebab itu,
ia berkesimpulan bahwa perintah ini hanyalah sebagai meringankan mafsadah
dan bukan untuk menghilangkannya.[24]
Menurut penulis, syaithan yang
tidak masuk pintu yang tertutup ini sangat terkait dengan redaksi sebelumnya,
yaitu mengucapkan nama Allah. Jadi maksudnya adalah pintu yang ditutup dengan
menyebutkan asma Allah. Dan akan berbeda hasil jika pada saat menutup tidak menuturkan
asma Allah.[25] Perintah ini diinstruksikan oleh Nabi pada
waktu malam hari sebab memang pada waktu itu syaithan banyak berkeliaran.
Sementara untuk memproteksi diri dari syaithan yang berada di rumah, maka
seseorang haruslah menyebut asma Allah setiap waktu. Sehingga dengan itu semua,
diri manusia bisa terlindungi dari bahaya yang ditimbulkan syaithan.
Sebagian orang mengatakan
bahwa syaithan yang dimaksud adalah syaithan dari golongan manusia, sebab
dengan menutup pintu tidak bisa mencegah masuknya syaithan dari golongan jin. Namun,
hal ini dibantah oleh al-Mubarakfuri, ia menjelaskan bahwa menutup pintu yang
dimaksud adalah dengan menyebutkan asma Allah. Dengan demikian, tercegahnya
syaithan masuk rumah ialah lantaran asma Allah tersebut. sebenarnya syaithan
juga bisa masuk dari mana saja, akan tetapi semuanya terproteksi karena
menyebut nama Allah tersebut.[26]
Adapun mengenai kenapa menutup
pintu dilakukan setelah malam sudah berjalan beberapa waktu menurut penulis adalah
karena kemungkinan pada waktu senja hari aktifitas manusia masih dilakukan.
Sehingga kalau ditutup, maka akan mengganggu aktifitas yang ada. Selain itu
juga, agresifitas dan keluyurannya syaithan yang mengganggu manusia berhenti
pada saat hitam legamnya sore hari
hilang (telah masuk waktu isya’). Sehingga syaithan tentunya “capek” dan
mencari tempat peristirahatan di rumah-rumah manusia. Nah, untuk menghindari
ini, Nabi menyuruh menutup pintu dengan menyebut nama Allah ketika menutupnya.
Hal ini dilakukan pada waktu malam sudah berjalan beberapa waktu atau dalam
artian sudah mulai waktu isya’, sebab syaithan selesai agresifitasnya pada
waktu itu.
Dari itu semua, penulis
mengambil kesimpulan bahwa hadis yang
menceritakan perilaku syaithan serta bagaimana memproteksikan diri darinya
merupakan hadis yang universal dan bisa diaplikasikan untuk segala zaman, sebab
pada dasarnya syaithan dalam setiap era dan tempat tidak memiliki perbedaan
dalam menggoda bani Adam. Kesimpulan ini didukung oleh pernyataan Ibnu Kanjur
yang menyebutkan hal yang sama dengan isi hadis. Sementara ia sendiri merupakan
jin yang hidup di era sekarang, yang berasal dari Bombay India dan berusia 180
tahun.[27]
4.
Kontekstualisasi
Era
modern memang suatu zaman dimana teknologi menjadi suatu komponen primer yang tidak
bisa terbantahkan lagi. Selain itu juga, rasionalitas atas segala sesuatu
menjadi aspek yang sepertinya tidak bisa ditolelir lagi. Semuanya menjadi ciri
khas yang melekat pada zaman sekarang ini kita berada.
Namun
dibalik itu semua, manusia seharusnya sadar akan adanya sesuatu di balik tabir,
atau dalam artian adanya makhluk lain yang hidup di sekitar kita. Mereka lebih
banyak dan mempunyai umur yang lebih panjang dari pada manusia. Itulah gambaran
jin, makhluk yang diciptakan Allah dari api. Beberapa dari mereka beragama
Islam, akan tetapi banyak dari mereka yang menjadi pengikut Iblis dan menjadi
anak keturunannya yang selalu menggoda dan menjerat manusia pada lembah kejahatan.
Oleh sebab itu, pagar diri dengan meminta perlindungan pada Allah menjadi suatu
bentuk kebutuhan yang tidak dapat dipertanyakan kembali.
Di era modern sekarang ini juga,
aktifitas bukan hanya ramai dilakukan di siang hari, akan tetapi waktu malam
juga kegiatan manusia masih ramai dilakukan, misalnya pasar malam, angkringan,
dan lain-lain. Sesuai dengan pernyataan Nabi di atas yang menyatakan bahwa
syaithan banyak bergentayangan dan melakukan serangan di waktu senja hari serta
diperkuat dengan perkataan Ibnu Kanjur, Jin Muslim, tentunya menjadi kesadaran
bersama akan perlindungan diri, utamanya pada saat senja tersebut.
Anak-anak yang belum cukup
umur juga mestinya diperhatikan sebagaimana sabda Nabi, sebab mereka belum begitu
mengerti. Ibnu Kanjur memberikan contoh gangguan terhadap anak-anak, semisal membuat
mereka bertengkar satu sama lain atau membuat mainan salah seorang diantara
mereka menarik keinginan kawannya yang lain untuk memiliki, sehingga mereka
berebutan dan berkelahi. Tidak jarang pula pertengkaran yang dikobarkan
syaithan di antara anak-anak tersebut memancing keterlibatan orang tua dan
keluarga masing-masing. Dalam keadaan seperti itu, syaithan semakin
meningkatkan jumlah personalnya, sehingga pertengkaran semakin menjadi-jadi dan
pada akhirnya menimbulkan kejahatan. Muhammad Isa Dawud menambahi suatu contoh
yang memang terjadi di sekitarnya. Suatu waktu betul-betul syaithan menampakkan
diri dalam bentuk bola yang dimiliki seorang anak yang duduk di atas sepedanya
yang mulai bergerak. Tiba-tiba anak itu dikagetkan oleh bola itu, dan dia
berusaha untuk menangkapnya, tetapi gagal karena bola itu seakan-akan ada yang
melemparkannya dengan kuat. Anak itu berusaha mengejar dengan sekuat tenaga,
sampai akhirnya dia jatuh dan lengannya patah. Ia berpendapat, bola tersebut
benar-benar syaithan.[28] Dari itu semua, penjagaan dari
orang tua memang sangatlah dibutuhkan, utamanya di waktu petang dan malam hari.
Begitu pula menutup pintu
diwaktu malam (isya’) dengan menyebut nama Allah menjadi hal yang penting. Selain
sebagai bentuk perlindungan terhadap masuknya syaithan, ia juga berfungsi
sebagai pengamanan dari bentuk kriminalitas yang ada, sebab pada hakikatnya mayoritas
kejahatan munculnya pada malam hari. Namun bila waktu sudah semakin malam,
diperlukan juga penguncian pintu agar rumah aman dari aktifitas pencurian.
H.
Kongklusi
Pembahasan
tentang syaithan memang agak repot untuk dikaji, sebab ia merupakan salah satu
alam ghaib yang diciptakan oleh Allah. Ia tidak dapat dilihat oleh manusia
biasa. Sehingga pembuktian secara ilmiah memang sepertinya nihil untuk
dilakukan. Akan tetapi sebagai seorang muslim tentunya harus meyakini serta
mengimani sabda Rasul tersebut.
Dari
seluruh pembahasan di atas, bisa ditarik beberapa kongklusi, yaitu :
1.
Hadis tentang syaithan ini bersifat universal.
2.
Syaithan dalam hadis riwayat Bukhari itu syaithan
dalam artian spesifik.
3.
Agresifitas syaitan terjadi pada saat matahari
terbenam sampai isya’ datang.
4.
Pada saat tersebut, orang Islam diperintahkan
untuk menjaga serta menahan anak-anaknya agar tidak keluyuran kemana-mana.
5.
Saat isya’
datang, orang Islam diinstruksikan supaya menutup pintu seraya menyebut asma
Allah, agar syaithan tidak masuk dan menginap di rumahnya.
Wallahu a’lam bi al-Shawab
[2] Al-Bukhāri dalam
al-Mukaddimah, Tārikh al-Kabīr , hlm. 5.
[3] M. M Abu Syuhbah, Kutubus
Sittah: Mengenal Enam Kitab Pokok Hadis Shahīh dan Biografi Para Penulisnya
Bukhuārī, Muslim, Turmudzī, Nasāī, Ibn
Mājah, Abū Daud, terj Ahmad Usman, Cetakan Kedua (Surabaya : Penerbit
Pustaka Progressif, 1999), hlm. 37.
Dalam Toton Witono, “Imam al-Bukhari dan Kitab al-Tarīkh al-Kabīr” dalam
Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 6, No. 1. Januari 2005,
hlm. 153.
[4] Indal Abror, “ Kitab
al-Shahīh al-Bukhārī” dalam Studi Kitab Hadis (Yogyakarta : Teras, 2009)
Cetakan Ketiga, hlm. 45.
[5] Imam Nawawi, Syarah
Shahih Muslim, CD ROM Maktabah Syamilah, juz VII, hlm. 48.
[7] Imam Nawawi, Syarah
Shahih Muslim..., juz VII, hlm. 48.
[9] Raghib
al-Asfahani, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an (Beirut: Dar Ma’rifah,
t.t.), hlm. 261-262.
[11] Raghib
al-Asfahani, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an..., hlm. 261.
[16] Pada awalnya jin
tersebut bukanlah jin Islam, akan tetapi kemudian disadarkan oleh Ismail Abdul
Salam (paman penulis buku) dan pada akhirnya ia masuk Islam.
[17] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim,
terj. Afif Muhammad dan Abdul Adzim (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 60-61.
[18] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim...,
hlm. 61-62. Keterangan seperti ini juga sudah banyak dijelaskan oleh buku-buku
yang membahas tentang syaithan lainnya.
[25] Lihat Aun al-Ma’bud, CD ROM Maktabah Syamilah, juz
VIII, hlm. 237. Lihat juga Mubarakfury, Tuhfadz Ahwadzi, CD ROM Maktabah
Syamilah, juz V, hlm. 14.
[26] Mubarakfury,
Tuhfadz Ahwadzi..., juz V, hlm. 14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar