KONSEP SUNNAH DAN HADIS
MENURUT FAZLUR RAHMAN
SERTA IMPLIKASINYA PADA MASYARAKAT KONTEMPORER
A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad saw. diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai macam petunjuk tentang
bagaimana seharusnya manusia menyikapi hidup secara lebih bermakna dalam arti
seluas-luasnya.[1]
Dalam artian dengan cahaya keislaman, maka samudera kehidupan bisa diarungi
tanpa adanya noda kegelapan. Nūr yang dipancarkannya tak akan sirna,
sebab Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam.[2]
Selain al-Qur’an, hadis atau sunnah
merupakan merupakan salah satu sumber hukum Islam. Keberadaannya diakui dan tak
terbantahkan di seluruh negeri (pemeluk) Islam. Urgensi berpegang padanya telah
dijelaskan secara eksplisit oleh al-Qur’an. Dalam beberapa tempat dalam
al-Qur’an, kaum muslimin diperintahkan agar mematuhi Allah dan rasul-Nya. Di samping itu, kepatuhan pada rasul
dijadikan indikasi kepatuhan padanya.[3]
Pada
dasarnya, sunnah diterima umat Islam sebagai sumber hukum Islam yang kedua.[4]
Fungsi pokoknya sebagai penguat hukum, penjelas, dan penetap hukum yang tidak
terdapat dalam al-Qur’an.[5]
Namun, persoalan yang dihadapi menjadi lebih kompleks, yakni bagaimana sunnah
Nabi harus dipahami, melalui media apa ia dapat ditelusuri, dan apakah ia
identik dengan hadis?, terdapat perdebatan yang panjang diantara para ulama.
Perdebatan itu membuat perbedaan pendapat yang cukup signifikan di antara mereka.
Dalam
masa-masa awal Islam, sunnah tidak bersifat spesifik dan statis. Di samping
praktek Nabi sendiri, praktek umat Islam, dan pemikiran sahabat menjadi unsur
pokok dalam pembentukan sunnah. Dalam kaitannya hal ini, Fazlur Rahman
mengungkapkan konsep sunnah Nabi merupakan konsep yang sahih dan operatif sejak
awal Islam dan tetap demikian sepanjang masa. Lebih lanjut, Fazlur Rahman
menyimpulkan sunnah Nabi lebih sebagai sebuah konsep pengayom dan tak memiliki
kandungan spesifik yang bersifat mutlak.[6]
Konsep seperti ini dijadikan pemikiran kaum muslimin pada awal-awal Islam,
sehingga produk pemikiran hukum bersifat fleksibel dan progresif. Contoh yang
paling konkret adalah peristiwa Umar bin Khattab yang membiarkan tanah-tanah
rampasan perang di daerah taklukan Islam, serta mewajibkan mereka untuk
membayar pajak tertentu, sebagai cadangan bagi generasi muslim yang datang
kemudian dengan pertimbangan keadilan sosial dan ekonomi.[7]
Bersamaan dengan berlalunya waktu, sekaligus juga perkembangan pemikiran
melalui ijtihad personal, maka menyebar pula pemahaman-pemahaman yang berbeda
di kalangan muslimin. Perbedaan ini tidak hanya bersifat regional, misalnya Madinah dan Irak, tetapi bahkan di
suatu daerah tersebut terdapat perbedaan. Hal ini melatarbelakangi suatu konsep
baru yang dipimpin Imam Syafi‘i, yakni sunnah Nabi dipahami secara harfiah dan
sama sekali bersifat mutlak, serta wahana satu-satunya bagi transmisinya adalah
hadis. Oleh sebab itu, sejak masa ini hadis secara step by step menjadi satu-satunya
sarana untuk mengetahui sunnah Nabi. Peristiwa ini terjadi kira-kira sejak
akhir abad ke dua hijriyah.[8]
Perbedaan-perbedaan tersebut lama-lama dapat diredam oleh doktrin ahl
al-Hadīs tersebut, sekaligus menciptakan rasa religiusitas di kalangan
muslimin. Namun, doktrin tersebut mengakibatkan rasa progresifitas hadis bahwa
"sunnah itu hidup" menjadi hilang. Islam sudah tidak lagi menjadi
kekuatan aktif lagi, tetapi hanya menjadi sebuah kepasifan yang mudah
diombang-ambingkan aliran-aliran kehidupan. Produk-produk pemikiran menjadi
kaku dan terkait dengan subtansial hadis tersebut.
Sifat
statis yang menimpa umat Islam inilah yang melatarbelakangi kesadaran para
pembaharu kebangkitan Islam pada abad ke sembilan belas dan dua puluh untuk
mengkaji pemikiran klasik tersebut. Ulama kontemporer ini mencoba untuk
membahas konsep sunnah dan hadis secara lebih dalam lagi. Selain itu,
terdapatnya pemikiran skeptis orientalis terhadap otentisitas hadis, sehingga
dirasakan perlu merumuskan konsep hadis dan sunnah kembali.
Dalam
hal ini, secara garis besar muncul tiga aliran utama, yaitu ahl al-Hadīs, ahl al-Qur’ān,
dan kelompok pembaharu moderat. Kelompok pertama cenderung mengikuti hadis
secara ketat, bahkan cenderung literal dan tekstual. Sementara golongan ahl
al-Qur’ān hanya mengakui al-Qur’an sebagai sumber hukum agama dengan
mengesampingkan hadis. Berbeda dengan dua kutub pemikiran tersebut, kelompok
pembaharu mengambil posisi tengah-tengah. Mereka tidak begitu saja menerima
semua hadis hasil ilmu kritik ulama klasik sebagai sahih, tetapi mereka juga
tidak mau sepenuhnya menolak hadis.
Menyikapi hal tersebut, penulis akan memfokuskan penelitian pada seorang
pemikir kontemporer, yaitu Fazlur Rahman tentang metodenya dalam memahami
konsep sunnah dan hadis serta implikasinya pada masyarakat kontemporer.
Pemilihan ini disandarkan atas berbagai macam pertimbangan; pertama,
Fazlur Rahman termasuk tokoh moderat yang pemikirannya berada di tengah-tengah
antara dua kutub ekstrem tersebut (ahl al-Hadīs dan ahl al-Qur’ān);
kedua, ia adalah orang yang memberikan konseptualisasi interpretasi baru
terhadap sunnah dan hadis; ketiga, dalam era kontemporer ini, ia
termasuk tokoh yang paling berpengaruh dalam pembaharuan paham keislaman.
Fazlur Rahman dalam kedua bukunya, Islam dan Membuka Pintu
Ijtihad menjabarkan pengaktualisasian konsep sunnah dan hadis terkait
dengan pro-kontra yang terjadi di kalangan Islam. Sebagian besar kaum muslimin
menerima hadis secara mutlak, bahkan
secara literal, tetapi sebagian kecil yang lain berusaha menolak hadis dengan
tidak mempunyai dasar studi ilmiah. Selain itu, kajian ini juga sebagai respon
atas kajian-kajian orientalis barat yang terlalu skeptis terhadap hadis.
Beberapa diantara mereka bahkan menyarankan penolakan hadis sama sekali.[9]
Melalui analisisnya, Rahman memang mengkonfirmasi temuan-temuan atau
teori-teori sarjana barat tentang evolusi mereka yang mengatakan bahwa konsep
sunnah Nabi merupakan konsep yang shahih dan operatif sejak awal Islam dan
tetap demikian sepanjang masa. Rahman memang mengakui bahwa di dalam al-Qur’an
tidak terdapat istilah sunnah yang merujuk pada ajaran-ajaran ekstra-Qur’ani
Nabi, tetapi menurutnya konsep sunnah Nabi tetap eksis sejak awal Islam.
Menurut Rahman, hadis-hadis harus diinterpretasikan menurut perspektif historis
dan menurut fungsinya yang tepat di dalam konteks kesejarahannya. Interpretasi
situasional yang sama juga harus dilakukan terhadap hadis-hadis hukum.
Hadis-hadis ini harus dipandang sebagai suatu masalah yang harus ditinjau
kembali dan bukan sebagai hukum yang sudah jadi. Interpretasi situasional atau
historis dalam rangka mencairkan hadis-hadis dalam bentuk "sunnah yang
hidup" ini akan membuat kesimpulan norma-norma darinya.[10]
Selanjutnya, pada masa kontemporer sekarang ini, tak dapat dipungkiri
pemikiran Fazlur Rahman banyak dipakai intelektual-intelektual muslim untuk
mengkaji Islam. Mereka mencoba merubah mainstream hukum yang dibuat ulama
klasik, maka hal tersebut juga berimbas pada paradigma pemikiran masyarakat
kontemporer. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian khusus mengenai hal ini,
khususnya dalam hal implementasi konsep sunnah dan hadis Fazlur Rahman pada
masyarakat kontemporer.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka persoalan yang hendak dijawab
dalam penelitian ini :
1. Bagaimana pandangan Fazlur Rahman terhadap
konsep sunnah dan hadis?.
2. Apa implikasinya bagi kaum muslimin di era kontemporer
sekarang ini?.
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini :
1. Untuk mengetahui pandangan Fazlur Rahman
tentang sunnah dan hadis.
2. Untuk mengetahui implikasinya bagi
kaum muslimin di era kontemporer
ini.
Kegunaan yang bisa diambil
dari penelitian ini :
1. Diharapkan bisa memberi sumbangan pemikiran dan wacana baru dalam kajian
studi hadis.
2. Diharapkan dapat memberikan
informasi pada masyarakat untuk menambah
pemahaman dan pengetahuan tentang
hadis.
D. Telaah Pustaka
Sepanjang pengetahuan penulis, ada beberapa sarjana atau individu yang
telah melakukan kajian dan penelitian terhadap pemikiran Fazlur Rahman. Dari
sejumlah tulisan itu, penulis belum menemukan pembahasan secara khusus tentang
konsep sunnah dan hadis menurut Fazlur Rahman beserta implikasinya pada
masyarakat kontemporer.
Salah
satu diantara mereka yang mencoba menelaah pemikiran Fazlur Rahman ialah Taufik
Adnan Amal melalui bukunya Islam dan Tantangan Modernitas : Studi atas
Pemikiran Hukum Fazlur Rahman yang berasal dari skripsi S1-nya di fakultas
Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia mengemukakan segi-segi pembaharuan
yang ditawarkan Fazlur Rahman. Meskipun telah membatasi topik penelitiannya
pada aspek hukum, tetapi ia terjebak dalam pemahaman deskriptif mengenai segala
pemikiran yang digagas Fazlur Rahman. Selain itu, Amal kurang menganalisisnya
secara kritis sehingga kelemahan pemikiran Fazlur Rahman tidak dapat diungkap secara
jelas.[11]
Walaupun demikian, Amal telah berusaha secara serius untuk mengungkap
pembaharuan pemikiran hukumnya, sehingga ia patut mendapatkan penghargaan yang
semestinya.
Dalam
bukunya, Amal menjelaskan konsep sunnah Fazlur Rahman secara historis. Ia
menjabarkan preodesasi sunnah dalam kajian umat Islam dari mulai era Nabi,
ulama klasik, hingga ulama kontemporer. Kajiannya pun tak luput dari
pandangan-pandangan orientalis barat tentang sunnah. Namun, karena pemikiran
Fazlur Rahman yang ia deskripsikan cukup luas, maka sunnah hanya mendapat porsi
kecil di dalamnya.[12]
Selain Amal, ada pula peneliti pemikiran Fazlur Rahman yang lain, yakni
Abdul A‘la dalam bukunya Dari Neo-Moderisme ke Islam Liberal yang
berasal dari desertasi S3-nya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia
menjelaskan tentang pendekatan hermeneutik dan komparatif dalam paradigma
pemikiran Fazlur Rahman. Ia juga menjabarkan secara gamblang tentang
historisitas pemikiran-pemikiran Islam dari mulai revivalisme pra-modern hingga
neo-modernisme ala Fazlur Rahman yang berujung pada Islam liberal di Indonesia.
Hal itu ia paparkan secara sistematis sehingga konsep pembaharuan Rahman bisa
tergambar secara eksplisit.[13]
Dalam
bukunya, Abdul A‘la mendeskripsikan teologi-teologi Fazlur Rahman, baik dalam
akar metodologisnya maupun aplikasinya. Hal tersebut berakibat pembahasan
konsep sunnah dalam perspektif Fazlur Rahman mendapatkan tempat yang sangat
kecil, sebab memang sunnah merupakan salah satu aspek kecil dalam ranah
teologi.[14]
Semua itu membuat deskripsi yang dipaparkan A‘la tentang konsep sunnah Fazlur
Rahman tidak tergambar secara jelas. Pemahaman yang diberikan masih bersifat
global.
E. Metode Penelitian
Sebagai sebuah penelitian pustaka murni (library research),
bahan-bahan kajian penelitian ini diperoleh data-data kepustakaan, baik dari
sumber primer maupun sumber sekunder. Selain itu, teknik pengumpulan datanya
menggunakan observasi langsung. Selanjutnya, data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode deskripif-analitis.
Metode deskriptif-analitis dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai
metode penelitian yang sumbernya didata, dikumpulkan, dianalisis, dan kemudian
diinterpretasikan secara kritis sebelum dituangkan dalam sebuah gagasan.semua
itu bertujuan untuk mendapatkan gambaran konseptual mengenai sunnah dan hadis
dalam perspektif Fazlur Rahman.
Selain itu, teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan
data yang valid tentang implementasi konsep Fazlur Rahman pada masyarakat
kontemporer adalah observasi. Hal ini dimaksudkan agar gambaran mengenai
implementasinya bisa terpapar secara eksplisit. Semua itu juga dilakukan agar
dapat diketahui seberapa besar pengaruh pemikiran Fazlur Rahman, khususnya
tentang konsep sunnah dan hadisnya .
F. Sistematika Pembahasan
Demi
mempermudah pemahaman dan mendapatkan gambaran yang sistematis akan isi
penelitian ini, pembahasan dalam skripsi ini akan disusun dalam sebuah
sistematika pembahasan sebagai berikut: pendahuluan, pembahasan, dan
kesimpulan.
Bab
pertama berisi pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan, kegunaan penelitian, kajian pustaka, dan metode
penelitian yang digunakan serta sisitematika pembahasan.
Bab
kedua berisi tentang pembahasan tentang pemahaman sunnah dan hadis dalam
berbagai perspektif, baik dari pembela hadis (ahl al-Hadīs), golongan
pengingkar hadis (munkir al-Hadīs), kalangan pembaharu moderat, dan
pemahaman dari orientalis. Hal ini dilakukan supaya didapatkan gambaran yang
lengkap tentang perbedaan yang ada mengenai sunnah dan hadis.
Bab
ketiga berisi pandangan Fazlur Rahman terhadap konsep sunnah dan hadis.
Deskripsi ini meliputi sketsa biografi, latar belakang intelektual,
karya-karya, metode pemahaman yang digunakan serta pemahamannya terhadap sunnah
dan hadis. Hal ini dimaksudkan supaya diperoleh gambaran yang detail tentang
pemikirannya, untuk kemudian dijadikan analisis.
Bab
keempat berisi implementasi konsep sunnah dan hadis dalam perspektif Fazlur
Rahman terhadap masyarakat kontemporer. Penjelasan ini tediri dari
pengaruh-pengaruhnya dalam aktivitas ibadah, muamalah, dan keilmuan kaum
muslimin di era sekarang ini. Semua ini
dilakukan agar dapat diperoleh gambaran
yang konkret implementasi konsep sunnah dan hadis Fazlur Rahman pada era modern
seperti sekarang ini.
Penelitian ini diakhiri dengan bab kelima yang merupakan penutup, yaitu
berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh serta saran-saran.
Daftar
Pustaka Sementara
A‘la, Abdul. Dari
Neo-Modernisme ke Islam Liberal. Jakarta: Paradinama, 2003.
Al-Khatib, ‘Ajaj. Ushūl
al-Hadīs, terj. Qodirun Nur
dan Ahmad Musyafik.
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Amal, Taufik Adnan. Islam dan Tantangan
Modernitas: Studi Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman. Bandung: Mizan, 1989.
Binder, Leonard. Islam Liberal, terj. Imam
Muttaqin. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001.
Rahman, Fazlur. Islam dan Modernitas: Tentang
Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Muhammad. Bandung:
Pustaka, 1985.
------- Metode dan Alternatif Neo-Modernisme
Islam, terj. Taufik Adnan Amal.
Bandung: Mizan, 1987.
------- Islam Modern: Tantangan Pembaharuan Islam, terj.
Mustofa W. Hasyim.
Yogyakarta: Shalahuddin Press,
1988.
------- Membuka Pintu Ijtihad, terj. Anas
Muhyiddin. Bandung: Pustaka, 1989.
------- Islam, terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Pustaka, 1994.
Syamsuddin, Syahiron (ed.). Metodologi
Penelitian Living Qur’an
dan Hadis.
Yogyakarta: TH Press, 2007.
[1] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam
(Jakarta: Raja Grafindo, 1998), hlm. 1.
[2] Lihat QS. al-Anbiyā’ [17]: 107.
[3] Lihat QS. an-Nisā’ [4]: 80.
[4] Sunnah dipandang dari segi
keberadaannya wajib diamalkan dan sumbernya dari wahyu sederajat dengan
al-Qur’an. Ia berada pada posisi setelah al-Qur’an dilihat dari kekuatannya.
Lihat Muhammad ‘Ajaj al-Katib, Ushūl al-Hadīs , terj. Qodirun Nur dan
Ahmad Musyafik (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm. 21-23.
[5] Muhammad ‘Ajaj al-Katib, Ushūl
al-Hadīs, hlm. 35-39.
[6] Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan
Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman (Bandung:
Mizan, 1989), hlm.166-167.
[7] Suryadi, "Dari Living Sunnah ke
Living Hadis" dalam Sahiron Syamsuddin (ed.), Metodologi Penelitian
Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press, 2007), hlm. 93-94.
[8] Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan,
hlm. 169-170.
[9]
Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad (Bandung: Pustaka, 1994),
hlm. 51-62, dan Membuka Pintu Ijtihad, terj.Anas Muhyiddin (Bandung:
Pustaka, 1988), hlm. 5-9
[10] Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan,
hlm. 166-173.
[11] Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan.
[12] Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan,
hlm. 31-50.
[13]
Abdul A‘la, Dari Neo-Modernisme ke Islam Liberal (Jakarta: Paradinama,
2003).
[14]
Abdul A‘la, Dari Neo-Modernisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar